Sabtu, 26 Agustus 2017

PAN ISLAMISME

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah

Pada abad 18-19, Islam mulai mengalami kemundurna dengan bukti banyaknya negara Islam yang terjajah oleh bangsa-bangsa Barat. Ini juga diperbesar degan kekalahan kehalifahan Turki Utsmani dengan Eropa. Banyak diantanya wilayah-wilayah yand dimiliki oleh kekhalifahan Turki Utsmani di caplok oleh bangsa Barat. Hal ini terjad karena terjadinya stagnais ilmu pengetahuna yang akhirya Islam jauh tertinggal dari ilmu pengetahuan barat.
Ini diperburuk dengan perpecahan umat Islam dimana-mana, karena adu domba dan monopoli yang dilakukaan Barat, yang semakin menyengsarakan umat Islam dalam kemundurannya. Pada saat itulah muncul tokoh-tokoh pemikir pembaharuan yang mempunyai gagasan tentang sebab kemunduran umatn Islam dan apa yang langkah-langkah yang harus dilakukan umat Islam agar mampu kembali kepada masa kejayaannya sepeti pada masa Khulafurrsiddin.
Diantara pemikir itu pembaharian itu adalah Sayid Jamaluddin al-Afghani, yang memikirkan tentang gagasan bahwa umat Islam yang terpecah belah harus bersatu atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pan Islamisme.

B.       Rumusan Masalah
1.      Siapa penggas petama Pan Islamisme?
2.      Siapa kah Jamaluddin al-Afgani?
3.      Bagimana Isi dari Pan Islamisme?
4.      Bgaimana Pemikiran dati Jmaluddn al-Afghani?
5.      Apa pengruh Pan Islamisme bagi kesadaran Nasional?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Gerakan Pan Islam
Pengertian Pan Islam secara klasik adalah penyatuan seluruh dunia Islam di bawah satu kekuasaan politik dan agama yang di kepalai seorang kholifah. Secara modern dapat diartikan bahwa kepemipinan khalifah tersebut hanya meliputi bidang agama. Pada masa Usmani muda, Turki berusaha menggunakan Pan-Islam untuk menyatukan seluruh umat Islam di bawah kesultanan Usmani. Usaha ini cepat menarik perhatian Asia Afrika yang pada waktu itu hampir seluruhnya sedang di jajah oleh Barat. Ide Pan Islam ini akan memanfaatkan kemajuan Barat dan meyesuaikanya dengan ajaran Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, Pan Islam sekedar berusaha untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam satu ikatan setia kawan, atau menghidupkan rasa ukhuwah islamiyah di kalangan dunia Islam. Meskipun demikian, Pan Islam dalam pengertian ini tetap dianggap berbahaya oleh negara-negara penjajah, karena bisa membangkitkan perlawanan bangsa-bangsa Islam yang dikuasainya.[1]
Berkembangnya Pan Islamisme pada awalnya berasal dari gagasan Jamaluddin al-Afghani (1839-1897). Jamaluddin al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam yang lain. Pengaruh terbesar ditinggalkannya di Mesir.[2] Jamluddin al-Afgahni lahir di Afganistan pada tahun 1839 M. dan meninggal dunia pada tahun 1987 M. dalam sisilah keturunannya al-Afgani adalah keturunan nabi dari Sayyidina Ali ra.
Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengkaji al-Qur’an dari ayahnya sendiri, setelah itu belajar bahasa Arab dan Sejarah. Ayahnya mendatangkan guru ilmu Tafsir, ilmu Hadist dan Ilmu Fiqih yang dilengkapi juga tentang Ilmu Ketuhanan dan ilmu Tassawuf, kemudian dikirim ke india untuk mempelajari ilmu pengetahuan modern ( Eropa).
Pengabdiannya pertama di Afganistan ketiak ia berusia dua pulih dua tahun ia telah menjadi pembantu pengeran Dost Muhammad Khan di Afganistan. Di tahun 1864 M. ia menjadi penasihat Seher Ali Khan, beberapa tahun kemudian ia di angkat menjadi Perdana Mentri oleh Muhammad A’zam Khan.[3] Karena kesuliatn-kesuliatn yang dialaminya sejak invasi Inggris dai Afganistan tahun 1869 ia memulai pengembaraannya ke luar negri. India merupakan tujuan pertamanya.
Tidak beberapa lama, lagi-lagi kerna masuknya tentara Inggris di India, ie malnjutakan perjalanannya ke Mesir tahun 1971. Selama di Kiro, Mesir Ia memusatkan perhatiannya kepada kajian-kajian ilmiah, dengan meberikan kuliah umum, ceramah dan diskusi. Murid-muridnya kebayakan dari kalangan mahasiswa, dosen, pejabat hukumdan pejabat pemerintahan. Diantara murid-muridnya yang muncul dan menjadi tokoh pembaharuan Islam antara lain Muhammad Abduh an Sa’ad Zaghul. Di mesir inilah Jamaluddin al-Afgani merumuskan pemikiran tentang teori-teoari pembaharuan yang kemudain di kenal sebagai Pan Islamisme.
Gagasan pemikirannya secara cepat tersiar ke seluruh pelosok Mesir. Pengebaraannya kemesir berhasil menghimpun kekuatan politik dengan pendirikan Partai Nasional Mesir (Al-Hizb Al-Wathani), yang salah satu usahanya adalah menggulingkan Khedewi Isma’il dan digantikan Khedewi Taufiq.[4] Khedewi Taufiq berusaha untuk menggulingakn Raja mesir dengan bantuan al-Afghani yang berjanji akan mengadakan pembaharuan yang di tuntut Al-Hizib Al-Wathani. Tetap etelah menjadi Kedewii Taufiq, atas tekanan Inggris mengusir al-Afghani keluar dari Mesir di tahun 1879.[5] Kemudian ia terbuang ke Paris bersama muridnya. Disana ia menghimpun kekuatan umat Islam dari berbagai negara Arab dan Eropa untuk mendirikan al-Urwah al-Wutsqa, suatu perkumpulan yang menerbitkan majalah yang di isi dengan pemikiran al-Aghani. Karena dianggap membahayakan kepentingan Barat di Afrika dan Asia, akhirnya penerbitan majalah itu dilarang oleh Inggris.
Tahun 1892 ai di undang oleh Sultan Abdul Hamid di Istambul Turki untuk ikut urun rembuk dalam menghadapi kekuatan barat yang semakin merajalela. Perbedaan pendapat ketika al-Afghani yang dikenal sebagai tokoh democrat, menganjurkan sistem syura dalam pemerintahan, sementara Sultan Abdul Hamid sejak dulu adalah pemimpin yang diktator yang lebih mementingkan kelenggan kekuasaan. Perselisihan ini membuat al-Afghani dibatasi pengaruhnya, tidak boleh meninggalkan Turki, hingga ia meninggal tahun 1897 di Istambul.[6]  
B.     Isi Pan Islamisme
Isi gerakan Pan Islamisme dapat dilihat dari teori pembaharuan yang dikemukakan oleh Sayid Jamaluddin Al-Afgani. Sayid Jamaluddin Al-Afgani mengungkapkan bahwa:
  1. Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa maupun zaman. Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi perubahan zaman, maka penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi dan pengertian baru tentang ajaran itu.
  2. Kemunduran yang dialami oleh umat Islam tak lain karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sesungguhnya.
  3. Pemahaman terhadap qadha dan qadar dirusak oleh sebagian ulama, menjadi fatalisme yang membawa umat Islam kepada keadaan statis.
  4. Pemahaman yang keliru terhadap hadits Nabi menyatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman membuat umat Islam tidak merubah nasibnya.
5.      Jalan keluarnya adalah melenyapkan pengertian yang salah itu dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya (Sejarah dan Kebudayaan Indonesia Jilid III, 1982)
Beberapa sejarawan menyatakan tentang tujuan dari Jamaluddin al-Afghani. Diantaranya:
Lothhrop Stoddard menyatakan bahwa:” inti dari ajaran Jamluddin al-Afghani dapat disimoulkan bawa dunia Barat menindas dunia Timur, jiwa Perang Salib tetap membakar di dunia Barat. Kefanatiakan dunia Barat tetap menyala tersimpan di jiwa mereka. Mereka selalu berusaha dengan segala cara untuk menumpas setiap gerakan yang di usahakan Islam untuk memperbaiki diri dan membangkitakan umatnnya
Oleh karena itu marupakan kewajiban bagi dunia Islam supaya berastu menolak serangan Barat agar dapat mempertahankan identitasnya. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali mencari sebab-sebab kenajuan Barat dan memegang teguh cara-cara yang menyebabkan orang barat itu maju dan kuat”
Goldziher berkata:” Sebenranya Jamaluddin sebagaimana dilihat oleh Brown adalah seorang ahli filsafat, penulis, orator dan wartawan. Lebih dari itu ia adalah politikus, orang-orang yang mencintai melihatnya sebagai nasionalis besar, musuh-musuhnya melihatnya sebagai pemberontak yang membahayakan. Ia mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap gerakan deokrasi yang timbul pada sepuluh tahun teakhir di pemerintahan-pemerintahan Islam. Ia berusaha membebaskan raja-raja Islam dari pengusaan Eropa dan menyelamatkan mereka dari monopoli asing, berusaha untuk meningkatakan masalah-masalah dalam negeri dunia Islam dengan administrasi pemerintahan yang bebas da teratur. Ia juga bermaksud untuk mendirikan Pan Islamisme yang diadalamnya terhimpun pemerintahan-pemerintahan Islam, diantaranya Iran yang Syiah, supaya dengan persatuan itu dapat mencegah infiltrasi bangsa Eroa pada masalah-masalah umat Islam”
Oleh karena itu dapat kita simpulkan menjadi dua tentang pemikiran pembaharuan Sayid Jamaluddin al-Afghani:
1.      Menyebarkan jiwa kebangkitan di dunia Timur hingga dapat membangkitkan mereka dalam kebudayaan, ilmu, pendidikan dan jernihnya agama dan bersihnya akidah mereka dan ahlak mereka seperti sekarang ini, dan mengembalikan kehormatan kemulian dan kehormatannya
2.      Melawan penduduk asing agar dunia timur kembali memperoleh kemerdekaan dan mengadakan hubungan satu sama lainnya, untuk dapat bersama-sama melindungi drir mereka dari bahaya yang mengancam mereka.[7]
Pan Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerjaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan dalam kerja sama. Persatuan kerja sama  merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan umat Islam hanya dapat tercapai bila berada dalam kesatuan pandangan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Utuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut diantaranya:
1.    Rakyat Harus dibersihkan dari kepercayaan Takhayul
2.    Orang harus yakin bahwa bahwa ia dapat mencapai tingkatan/derjata budi luhur
3.    Rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup dan kehidupan manusia bukan sekedar ikut ikutan belaka
4.    Setiap generasi ummat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan pendidikan pada manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu yang jahat dan juga menerapkan kedisiplinan.[8]

C.    Pengaruh Pan Islamisme
Pengaruh Pan Islamisme ini meluas ke seluruh negara Islam di dunia. Terbentuknya Liga Dunia Islam (Muslim Word League atau Rabitah al-Alam al-Islam) pada 1962 merupakan bentuk nyata dari gerakan Pan Islamisme. Liga Dunia Islam yang didukung oleh 43 negara kemudian menyelanggarakan konferensi Islam dan berbagai kegiatan lainnya. Raja Faisal dan Shah Iran pada 1965 menyerukan pentingnya menyelenggrakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam bagi para negara muslim di Makkah. Gagasan tersebut sesungguhnya merupakan bagian dari usaha mewujudkan semangat Pan Islamisme.[9]
D.      Semangat Gerakan Pan Islam
Telah berabad-abad Islam mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak bukti sejaarah yang menjelaskn tentang masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Di Jawa Timur, tepatnya di kecamatan Leran, Gresik terdapat makam Fatimah binti Maimun, yang meninggal pada 7 Rajab 475 H (1082 M). Di wilayah yang sama (Gresik) juga terdaat makam Maulana Malik Ibrahim, yang meninggal 12 Rabiulawal 822 H (1419). Selain itu, terdapat Wali Sanga sebagai penyebar Islam di Jawa menjadi legenda yang bukti peninggalan fisiknya masih dapat di lihat hingga sekarang. Di Sumatera, bukti perkembangan agama Islam juga dapat ditelusuri hingga sekarang. H. M. Zinuddin dianggap sebagai orang Islam pertama yang datang di Aceh. Ia adalah komandan armada perang dari Persia yang saat itu membawa 33 buah kapal menuju Tiongkok. Kapal-kapal itu berlabuh di beberapa tempat seperti: Malaya, Kedah, Siam, Kamboja, Annam, Jawa, Brunai, Makassar, Kalimantan, Maluku, dan beberapa kapalnya juga singgah di pesisir Aceh (Andalas Utara) pada 82 H (717 M) dari proses inilah, Islam dapat dikatakan telah disebarkan di Aceh, yang akhirnya memberi pengaruh bagi perkembangan kerajaan Perlak.
Sampai pada abad ke-20, perkembangan Islam di Indonesia semakin tampak. Kuatnya arus perkembangan Islam ini adalah akibat dari proses menyebarnya gerakan Pan-Islamisme (kebangkitan Islam) yang datang dari Timur Tengah. Melalui gerakan inilah, semangat pembaruan Islam hadir dan mewarnai pemikiran orang Indonesia yang sebelunya telah memeluk agama Islam. Bangkiynta kekuatan Islam di Timur Tengah, memberikan sumbangsih cukup besar terbentuknya rasa kesatuan di kalangan bumiputera. Tidak terlepas dari dasar utama Turki yang Islam, sebuah kesadaran akan terbentuknya “Islam satu” menjadi bagian motivasi penting dalam membantu umat Islam di Indonesia. Pan-Islamisme yang dimotori Turki dan juga perkembangan afiliasi politik internasional antara Turki dan Jerman, memberikan perhatian terhadap umat Islam di Indonesia.
Semangat gerakan Pan-Islamisme yang ada di Timur Tengah, hadir ke Indonesia di bawah oleh para haji yang datang setelah menunaikan ibadah haji di Mekkah. Keterkaitan antara para haji sebagai penyebar warta Islam di Indonesia dengan perkembangan Pan-Islamisme di Timur Tengah bukanlah semata-mata sebuah kebetulan. Keterkaitanya diantara keduanya selain sebagai sebuah upaya para haji untuk mendapatkan ilmu agama Islam di Mekkah, juga terkait sebuah proses politik panjang yang dialami oleh para haji di Mekkah menjelang abad ke-20.[10]
Seiring dengan laju perkembangan Pan-Islamisme, Indonesia secara ketat telah dicengkeram oleh kolonialisme Belanda. Pemerintah Hindia Belanda sangat ketat dalam memberlakukan pencegahan terhadap laju perkembangan Islam itu. Dengan demikian, semangat kebangkitan Islam yang datang dari Mekkah, akhirnya menjadi media untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam di Indonesia. Pada prosesnya, wacana Pan-Islamisme semakin bersentuhan dalam ranah politik, sebagai uapaya untuk memperjuangkan rakyat bumiputera yang tertindas oleh bentuk kolonialisme Belanda. Pada tahap inilah, Pan-Islamisme telah melebur dalam semangat perjuangan pembebasan melalui berbagai bentuk seperti pemberontakan, pergerakan melalui organisasi modern, dan lain-lain.[11]
Islamisasi yang telah berjalan sangat lama di Indonesia melalui para agennya dan di masanya masing-masing, menjadikan Islam menyebar di Indonesia. Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi bumiputera. Islam telah mendarah daging di dalam sanubari bumiputera, dan haji menjadi penyambung warta yang sangat penting bagi tingkat keilmuan serta nilai-nilai mistik (sebagai bentuk sinkretisme budaya) lainya yang telah bercampur seiring menyebarnya Islam di Indonesia.
Bersamaan dengan kebangkitan agama di Indonesia, proses islamisasi internasional yang di dalamnya juga terkait sikap-sikap politik Islam internasional (pembentukan khilafah) akhirnya bertemu pada sebuah titik dengan kebangkitan agam Islam di Indonesia. Pesatnya arus Islamisasi internasional serta sikap-sikap politik negara Islam yang di wakili oleh Turki (saat itu berafiiasi dengan Jerman) sangat membantu bagi terhubungnya antara Timur Tengah dengan Indonesia.
Keterhubungan antara Timur Tengah dengan Indonesia juga tampak pada proses pembentukan organisasi Islam yaitu SI. Sejak pendirianya, para tokoh SI telah melakukan kontak dengan Turki. Turki sangat mendukung bagi kebesaran SI dalam memperjuangkan kepentingan Islam bumiputera untuk melawan kolonialisme Belanda. Pan-Islamisme tidak sekedar mengilhami terbentuknya persatuan bumiputera dan umat Islam di Indonesia, melainkan, menjadi penguat basis ideologis Islam dalam membentuk persatuan Islam internasional di Indonesia. Pada tahap inilah, semangat gerakan Pan-Islamisme semakin tampak dan cenderung menjadi bagian penting dalam proses perjuangan rakyat bumiputera (terutama SI) dalam melawan penjajahan Belanda yang kafir.[12]



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pencetus pertama dari Pan Islamisme adalah Sayyid Jmaluddin al-Afghani, ia adalah salah satu pembaharu Islam yang melalang buana ke berbagai negara untuk menyebrakan pemikiranya, muai dari Afganistan, Mesir, Indi, Perancis dan Turki. Garis besar sari Pan Islamisme adalah bahwa Islam harus bersatu dalam pandangan dan bersatu dalam kerja sama. Pengaruh dari Pan Islamisme sendiri sangat berpengaruh bagi kesadaran nasional diantaranya adalh pemberintakan-pemberontakan yang dilakukan Umat Islam agar mampu terbebas dari Kolonilaisme.




DAFTAR PUSTAKA
Miftahul Jannah, Politik Hindia Belanda Terhadap Umat Islam Di Indonesia, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharaun dalam Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo, 1995
Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya Abdul Jabbar Adlan, Teks Book Dirasat Islamiyah,  Surabaya: CV. Anika bahagia Offset, 1995
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Moderen di Timur Tengah, Jakarta: Djambatan, 1995
Fendyi.blogspot.com/…/berkembangnya-pan-islamisme-sebagai-html. Dikutip pada tanggal 29 Oktober 2015, jam 20.30
Nasihin, Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012




[1] Miftahul Jannah, Politik Hindia Belanda Terhadap Umat Islam Di Indonesia, Skripsi (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), hlm.
[2] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm 51
[3] Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharaun dalam Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1995), hlm. 76-77
[4] Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya Abdul Jabbar Adlan, Teks Book Dirasat Islamiyah, ( Surabaya: CV. Anika bahagia Offset, 1995) hlm. 135
[5] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm 52
[6] Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya Abdul Jabbar Adlan, Teks Book Dirasat Islamiyah, ( Surabaya: CV. Anika bahagia Offset, 1995) hlm. 136
[7] Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Moderen di Timur Tengah, (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm 314-315
[8] Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharaun dalam Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1995), hlm. 77
[9] Fendyi.blogspot.com/…/berkembangnya-pan-islamisme-sebagai-html. Dikutip pada tanggal 29 Oktober 2015, jam 20.30
[10] Nasihin, Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.42-44
[11] Ibid, hlm.47
[12] Ibid, hlm.49-50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar