BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pada abad 18-19, Islam mulai mengalami
kemundurna dengan bukti banyaknya negara Islam yang terjajah oleh bangsa-bangsa
Barat. Ini juga diperbesar degan kekalahan kehalifahan Turki Utsmani dengan
Eropa. Banyak diantanya wilayah-wilayah yand dimiliki oleh kekhalifahan Turki
Utsmani di caplok oleh bangsa Barat. Hal ini terjad karena terjadinya stagnais
ilmu pengetahuna yang akhirya Islam jauh tertinggal dari ilmu pengetahuan
barat.
Ini diperburuk dengan perpecahan umat Islam
dimana-mana, karena adu domba dan monopoli yang dilakukaan Barat, yang semakin
menyengsarakan umat Islam dalam kemundurannya. Pada saat itulah muncul
tokoh-tokoh pemikir pembaharuan yang mempunyai gagasan tentang sebab kemunduran
umatn Islam dan apa yang langkah-langkah yang harus dilakukan umat Islam agar
mampu kembali kepada masa kejayaannya sepeti pada masa Khulafurrsiddin.
Diantara pemikir itu pembaharian itu adalah
Sayid Jamaluddin al-Afghani, yang memikirkan tentang gagasan bahwa umat Islam
yang terpecah belah harus bersatu atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pan
Islamisme.
B. Rumusan
Masalah
1. Siapa penggas petama Pan Islamisme?
2. Siapa kah Jamaluddin al-Afgani?
3. Bagimana Isi dari Pan Islamisme?
4. Bgaimana Pemikiran dati Jmaluddn
al-Afghani?
5. Apa pengruh Pan Islamisme bagi kesadaran
Nasional?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gerakan Pan Islam
Pengertian Pan Islam secara klasik adalah penyatuan seluruh dunia
Islam di bawah satu kekuasaan politik dan agama yang di kepalai seorang
kholifah. Secara modern dapat diartikan bahwa kepemipinan khalifah tersebut hanya
meliputi bidang agama. Pada masa Usmani muda, Turki berusaha menggunakan
Pan-Islam untuk menyatukan
seluruh umat Islam di bawah kesultanan Usmani. Usaha ini cepat menarik
perhatian Asia Afrika yang pada waktu itu hampir seluruhnya sedang di jajah oleh
Barat. Ide Pan Islam ini akan memanfaatkan kemajuan Barat dan meyesuaikanya
dengan ajaran Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, Pan Islam sekedar berusaha
untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam satu ikatan setia kawan, atau
menghidupkan rasa ukhuwah islamiyah di kalangan dunia Islam. Meskipun demikian,
Pan Islam dalam pengertian ini tetap dianggap berbahaya oleh negara-negara
penjajah, karena bisa membangkitkan perlawanan bangsa-bangsa Islam yang
dikuasainya.[1]
Berkembangnya Pan Islamisme pada awalnya berasal dari gagasan
Jamaluddin al-Afghani (1839-1897). Jamaluddin al-Afghani adalah seorang pemimpin
pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari
satu negara Islam ke negara Islam yang lain. Pengaruh terbesar ditinggalkannya
di Mesir.[2]
Jamluddin al-Afgahni lahir di Afganistan pada tahun 1839 M. dan meninggal dunia
pada tahun 1987 M. dalam sisilah keturunannya al-Afgani adalah keturunan nabi
dari Sayyidina Ali ra.
Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengkaji
al-Qur’an dari ayahnya sendiri, setelah itu belajar bahasa Arab dan Sejarah.
Ayahnya mendatangkan guru ilmu Tafsir, ilmu Hadist dan Ilmu Fiqih yang
dilengkapi juga tentang Ilmu Ketuhanan dan ilmu Tassawuf, kemudian dikirim ke
india untuk mempelajari ilmu pengetahuan modern ( Eropa).
Pengabdiannya pertama di Afganistan ketiak ia berusia
dua pulih dua tahun ia telah menjadi pembantu pengeran Dost Muhammad Khan di
Afganistan. Di tahun 1864 M. ia menjadi penasihat Seher Ali Khan, beberapa
tahun kemudian ia di angkat menjadi Perdana Mentri oleh Muhammad A’zam Khan.[3]
Karena kesuliatn-kesuliatn yang dialaminya sejak invasi Inggris dai Afganistan
tahun 1869 ia memulai pengembaraannya ke luar negri. India merupakan tujuan
pertamanya.
Tidak beberapa lama, lagi-lagi kerna masuknya tentara
Inggris di India, ie malnjutakan perjalanannya ke Mesir tahun 1971. Selama di
Kiro, Mesir Ia memusatkan perhatiannya kepada kajian-kajian ilmiah, dengan
meberikan kuliah umum, ceramah dan diskusi. Murid-muridnya kebayakan dari
kalangan mahasiswa, dosen, pejabat hukumdan pejabat pemerintahan. Diantara
murid-muridnya yang muncul dan menjadi tokoh pembaharuan Islam antara lain
Muhammad Abduh an Sa’ad Zaghul. Di mesir inilah Jamaluddin al-Afgani merumuskan
pemikiran tentang teori-teoari pembaharuan yang kemudain di kenal sebagai Pan
Islamisme.
Gagasan pemikirannya secara cepat tersiar ke seluruh
pelosok Mesir. Pengebaraannya kemesir berhasil menghimpun kekuatan politik
dengan pendirikan Partai Nasional Mesir (Al-Hizb Al-Wathani), yang salah satu
usahanya adalah menggulingkan Khedewi Isma’il dan digantikan Khedewi Taufiq.[4]
Khedewi Taufiq berusaha untuk menggulingakn Raja mesir dengan bantuan
al-Afghani yang berjanji akan mengadakan pembaharuan yang di tuntut Al-Hizib
Al-Wathani. Tetap etelah menjadi Kedewii Taufiq, atas tekanan Inggris mengusir
al-Afghani keluar dari Mesir di tahun 1879.[5]
Kemudian ia terbuang ke Paris bersama muridnya. Disana ia menghimpun kekuatan
umat Islam dari berbagai negara Arab dan Eropa untuk mendirikan al-Urwah
al-Wutsqa, suatu perkumpulan yang menerbitkan majalah yang di isi dengan
pemikiran al-Aghani. Karena dianggap membahayakan kepentingan Barat di Afrika
dan Asia, akhirnya penerbitan majalah itu dilarang oleh Inggris.
Tahun 1892 ai di undang oleh Sultan Abdul Hamid di
Istambul Turki untuk ikut urun rembuk dalam menghadapi kekuatan barat yang
semakin merajalela. Perbedaan pendapat ketika al-Afghani yang dikenal sebagai
tokoh democrat, menganjurkan sistem syura dalam pemerintahan, sementara Sultan
Abdul Hamid sejak dulu adalah pemimpin yang diktator yang lebih mementingkan
kelenggan kekuasaan. Perselisihan ini membuat al-Afghani dibatasi pengaruhnya,
tidak boleh meninggalkan Turki, hingga ia meninggal tahun 1897 di Istambul.[6]
B. Isi Pan Islamisme
Isi gerakan Pan Islamisme dapat
dilihat dari teori pembaharuan yang dikemukakan oleh Sayid Jamaluddin
Al-Afgani. Sayid Jamaluddin Al-Afgani mengungkapkan bahwa:
- Islam adalah agama yang sesuai
untuk semua bangsa maupun zaman. Kalau kelihatan ada pertentangan antara
ajaran-ajaran Islam dengan kondisi perubahan zaman, maka penyesuaian dapat
diperoleh dengan mengadakan interpretasi dan pengertian baru tentang
ajaran itu.
- Kemunduran yang dialami oleh
umat Islam tak lain karena telah meninggalkan ajaran Islam yang
sesungguhnya.
- Pemahaman terhadap qadha dan
qadar dirusak oleh sebagian ulama, menjadi fatalisme yang membawa umat
Islam kepada keadaan statis.
- Pemahaman yang keliru terhadap
hadits Nabi menyatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir
zaman membuat umat Islam tidak merubah nasibnya.
5.
Jalan keluarnya adalah melenyapkan
pengertian yang salah itu dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya
(Sejarah dan Kebudayaan Indonesia Jilid III, 1982)
Beberapa sejarawan
menyatakan tentang tujuan dari Jamaluddin al-Afghani. Diantaranya:
Lothhrop Stoddard
menyatakan bahwa:” inti dari ajaran Jamluddin al-Afghani dapat disimoulkan bawa
dunia Barat menindas dunia Timur, jiwa Perang Salib tetap membakar di dunia
Barat. Kefanatiakan dunia Barat tetap menyala tersimpan di jiwa mereka. Mereka
selalu berusaha dengan segala cara untuk menumpas setiap gerakan yang di
usahakan Islam untuk memperbaiki diri dan membangkitakan umatnnya
Oleh karena
itu marupakan kewajiban bagi dunia Islam supaya berastu menolak serangan Barat
agar dapat mempertahankan identitasnya. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali
mencari sebab-sebab kenajuan Barat dan memegang teguh cara-cara yang
menyebabkan orang barat itu maju dan kuat”
Goldziher
berkata:” Sebenranya Jamaluddin sebagaimana dilihat oleh Brown adalah seorang
ahli filsafat, penulis, orator dan wartawan. Lebih dari itu ia adalah
politikus, orang-orang yang mencintai melihatnya sebagai nasionalis besar,
musuh-musuhnya melihatnya sebagai pemberontak yang membahayakan. Ia mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap gerakan deokrasi yang timbul pada sepuluh
tahun teakhir di pemerintahan-pemerintahan Islam. Ia berusaha membebaskan
raja-raja Islam dari pengusaan Eropa dan menyelamatkan mereka dari monopoli
asing, berusaha untuk meningkatakan masalah-masalah dalam negeri dunia Islam
dengan administrasi pemerintahan yang bebas da teratur. Ia juga bermaksud untuk
mendirikan Pan Islamisme yang diadalamnya terhimpun pemerintahan-pemerintahan
Islam, diantaranya Iran yang Syiah, supaya dengan persatuan itu dapat mencegah
infiltrasi bangsa Eroa pada masalah-masalah umat Islam”
Oleh karena
itu dapat kita simpulkan menjadi dua tentang pemikiran pembaharuan Sayid
Jamaluddin al-Afghani:
1.
Menyebarkan jiwa kebangkitan di
dunia Timur hingga dapat membangkitkan mereka dalam kebudayaan, ilmu,
pendidikan dan jernihnya agama dan bersihnya akidah mereka dan ahlak mereka
seperti sekarang ini, dan mengembalikan kehormatan kemulian dan kehormatannya
2.
Melawan penduduk asing agar dunia
timur kembali memperoleh kemerdekaan dan mengadakan hubungan satu sama lainnya,
untuk dapat bersama-sama melindungi drir mereka dari bahaya yang mengancam
mereka.[7]
Pan Islamisme bukan berarti leburnya
kerajaan-kerjaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan
dalam kerja sama. Persatuan kerja sama
merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan umat Islam
hanya dapat tercapai bila berada dalam kesatuan pandangan dan kembali kepada
ajaran Islam yang murni yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Utuk mencapai
usaha-usaha pembaharuan tersebut diantaranya:
1. Rakyat Harus
dibersihkan dari kepercayaan Takhayul
2. Orang harus
yakin bahwa bahwa ia dapat mencapai tingkatan/derjata budi luhur
3. Rukun iman
harus betul-betul menjadi pandangan hidup dan kehidupan manusia bukan sekedar
ikut ikutan belaka
4. Setiap
generasi ummat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan
pendidikan pada manusia yang bodoh dan juga memerangi hawa nafsu yang jahat dan
juga menerapkan kedisiplinan.[8]
C. Pengaruh Pan
Islamisme
Pengaruh Pan Islamisme ini meluas
ke seluruh negara Islam di dunia. Terbentuknya Liga Dunia Islam (Muslim Word
League atau Rabitah al-Alam al-Islam) pada 1962 merupakan bentuk nyata dari
gerakan Pan Islamisme. Liga Dunia Islam yang didukung oleh 43 negara kemudian
menyelanggarakan konferensi Islam dan berbagai kegiatan lainnya. Raja Faisal
dan Shah Iran pada 1965 menyerukan pentingnya menyelenggrakan Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Islam bagi para negara muslim di Makkah. Gagasan tersebut
sesungguhnya merupakan bagian dari usaha mewujudkan semangat Pan Islamisme.[9]
D.
Semangat Gerakan Pan Islam
Telah berabad-abad Islam mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia.
Banyak bukti sejaarah yang menjelaskn tentang masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Di Jawa Timur, tepatnya di kecamatan Leran, Gresik terdapat makam
Fatimah binti Maimun, yang meninggal pada 7 Rajab 475 H (1082 M). Di wilayah
yang sama (Gresik) juga terdaat makam Maulana Malik Ibrahim, yang meninggal 12
Rabiulawal 822 H (1419). Selain itu, terdapat Wali Sanga sebagai penyebar Islam
di Jawa menjadi legenda yang bukti peninggalan fisiknya masih dapat di lihat
hingga sekarang. Di Sumatera, bukti perkembangan agama Islam juga dapat
ditelusuri hingga sekarang. H. M. Zinuddin dianggap sebagai orang Islam pertama
yang datang di Aceh. Ia adalah komandan armada perang dari Persia yang saat itu
membawa 33 buah kapal menuju Tiongkok. Kapal-kapal itu berlabuh di beberapa
tempat seperti: Malaya, Kedah, Siam, Kamboja, Annam, Jawa, Brunai, Makassar,
Kalimantan, Maluku, dan beberapa kapalnya juga singgah di pesisir Aceh (Andalas
Utara) pada 82 H (717 M) dari proses inilah, Islam dapat dikatakan telah
disebarkan di Aceh, yang akhirnya memberi pengaruh bagi perkembangan kerajaan
Perlak.
Sampai pada abad ke-20, perkembangan Islam di Indonesia semakin
tampak. Kuatnya arus perkembangan Islam ini adalah akibat dari proses
menyebarnya gerakan Pan-Islamisme (kebangkitan Islam) yang datang dari Timur
Tengah. Melalui gerakan inilah, semangat pembaruan Islam hadir dan mewarnai pemikiran
orang Indonesia yang sebelunya telah memeluk agama Islam. Bangkiynta kekuatan
Islam di Timur Tengah, memberikan sumbangsih cukup besar terbentuknya rasa
kesatuan di kalangan bumiputera. Tidak terlepas dari dasar utama Turki yang
Islam, sebuah kesadaran akan terbentuknya “Islam satu” menjadi bagian motivasi
penting dalam membantu umat Islam di Indonesia. Pan-Islamisme yang dimotori
Turki dan juga perkembangan afiliasi politik internasional antara Turki dan
Jerman, memberikan perhatian terhadap umat Islam di Indonesia.
Semangat gerakan Pan-Islamisme yang ada di Timur Tengah, hadir ke
Indonesia di bawah oleh para haji yang datang setelah menunaikan ibadah haji di
Mekkah. Keterkaitan antara para haji sebagai penyebar warta Islam di Indonesia
dengan perkembangan Pan-Islamisme di Timur Tengah bukanlah semata-mata sebuah
kebetulan. Keterkaitanya diantara keduanya selain sebagai sebuah upaya para
haji untuk mendapatkan ilmu agama Islam di Mekkah, juga terkait sebuah proses
politik panjang yang dialami oleh para haji di Mekkah menjelang abad ke-20.[10]
Seiring dengan laju perkembangan Pan-Islamisme, Indonesia secara
ketat telah dicengkeram oleh kolonialisme Belanda. Pemerintah Hindia Belanda
sangat ketat dalam memberlakukan pencegahan terhadap laju perkembangan Islam
itu. Dengan demikian, semangat kebangkitan Islam yang datang dari Mekkah,
akhirnya menjadi media untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam di
Indonesia. Pada prosesnya, wacana Pan-Islamisme semakin bersentuhan dalam ranah
politik, sebagai uapaya untuk memperjuangkan rakyat bumiputera yang tertindas
oleh bentuk kolonialisme Belanda. Pada tahap inilah, Pan-Islamisme telah
melebur dalam semangat perjuangan pembebasan melalui berbagai bentuk seperti
pemberontakan, pergerakan melalui organisasi modern, dan lain-lain.[11]
Islamisasi yang telah berjalan sangat lama di Indonesia melalui
para agennya dan di masanya masing-masing, menjadikan Islam menyebar di
Indonesia. Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi bumiputera. Islam
telah mendarah daging di dalam sanubari bumiputera, dan haji menjadi penyambung
warta yang sangat penting bagi tingkat keilmuan serta nilai-nilai mistik
(sebagai bentuk sinkretisme budaya) lainya yang telah bercampur seiring menyebarnya
Islam di Indonesia.
Bersamaan dengan kebangkitan agama di Indonesia, proses islamisasi
internasional yang di dalamnya juga terkait sikap-sikap politik Islam
internasional (pembentukan khilafah) akhirnya bertemu pada sebuah titik dengan
kebangkitan agam Islam di Indonesia. Pesatnya arus Islamisasi internasional
serta sikap-sikap politik negara Islam yang di wakili oleh Turki (saat itu
berafiiasi dengan Jerman) sangat membantu bagi terhubungnya antara Timur Tengah
dengan Indonesia.
Keterhubungan antara Timur Tengah dengan Indonesia juga tampak pada
proses pembentukan organisasi Islam yaitu SI. Sejak pendirianya, para tokoh SI
telah melakukan kontak dengan Turki. Turki sangat mendukung bagi kebesaran SI
dalam memperjuangkan kepentingan Islam bumiputera untuk melawan kolonialisme
Belanda. Pan-Islamisme tidak sekedar mengilhami terbentuknya persatuan
bumiputera dan umat Islam di Indonesia, melainkan, menjadi penguat basis
ideologis Islam dalam membentuk persatuan Islam internasional di Indonesia.
Pada tahap inilah, semangat gerakan Pan-Islamisme semakin tampak dan cenderung
menjadi bagian penting dalam proses perjuangan rakyat bumiputera (terutama SI)
dalam melawan penjajahan Belanda yang kafir.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencetus pertama dari Pan Islamisme adalah
Sayyid Jmaluddin al-Afghani, ia adalah salah satu pembaharu Islam yang melalang
buana ke berbagai negara untuk menyebrakan pemikiranya, muai dari Afganistan,
Mesir, Indi, Perancis dan Turki. Garis besar sari Pan Islamisme adalah bahwa
Islam harus bersatu dalam pandangan dan bersatu dalam kerja sama. Pengaruh dari
Pan Islamisme sendiri sangat berpengaruh bagi kesadaran nasional diantaranya
adalh pemberintakan-pemberontakan yang dilakukan Umat Islam agar mampu terbebas
dari Kolonilaisme.
DAFTAR
PUSTAKA
Miftahul Jannah, Politik Hindia Belanda Terhadap Umat
Islam Di Indonesia, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan
Gerakan Pembaharaun dalam Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo, 1995
Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyah IAIN Sunan
Ampel Surabaya Abdul Jabbar Adlan, Teks Book Dirasat Islamiyah, Surabaya: CV. Anika bahagia Offset, 1995
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Moderen di Timur
Tengah, Jakarta: Djambatan, 1995
Fendyi.blogspot.com/…/berkembangnya-pan-islamisme-sebagai-html. Dikutip pada tanggal 29 Oktober 2015, jam 20.30
Nasihin, Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012
[1] Miftahul Jannah, Politik Hindia Belanda Terhadap Umat Islam Di
Indonesia, Skripsi (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), hlm.
[3] Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharaun
dalam Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1995), hlm. 76-77
[4] Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya Abdul
Jabbar Adlan, Teks Book Dirasat Islamiyah, ( Surabaya: CV. Anika bahagia
Offset, 1995) hlm. 135
[6] Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya Abdul
Jabbar Adlan, Teks Book Dirasat Islamiyah, ( Surabaya: CV. Anika bahagia
Offset, 1995) hlm. 136
[8] Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan
Gerakan Pembaharaun dalam Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1995), hlm.
77
[9]
Fendyi.blogspot.com/…/berkembangnya-pan-islamisme-sebagai-html. Dikutip pada tanggal 29 Oktober 2015, jam 20.30
[10] Nasihin, Sarekat
Islam Mencari Ideologi 1924-1945, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm.42-44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar