Pendahuluan
Pertemuan pertama bangasa Eropa
dengan Islam terjadi karena adanya kebijakan perluasan wilayah muslim, yang
dilakukan mulai dari masa Nabi Muhammad SAW. Perluasan wilayah ini kemudian
diteruskan setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW, terutama pada masa kekhalifahan
Umar bin Khattab yang berhasil memperluas wilayah sampai Yerussalam pada tahun
638 M. satu abad kemudian pasukan Islam telah berhasil menyebrangi pegunungan
atara Spanyol dan Inggris dan berhasil memperluas wilayahnya mulai dari India
utara hingga Perancis selatan. Dua abad selanjutnya, perimbangan kekuasaan
antara Eropa dan dunia Islam secara meyakinkan tetap berada dalam tangan kaum Muslim.
Namun, pada abad kesepuluh dan kesebelas, perpecahan politik menimpa Dinasti
Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Hal ini tetentunya berakibat pada
melemahnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah, yang kemudian kelemahan ini yang
dimanfaatkan oleh musuh musuh Islam untuk merebut wilayah yang telah
ditakulukan oleh Umat Islam.[1]
Perang Salib atau The Crusades
War adalah serangkaian perang yang terjadi selama dua abad, sebagai reaksi Kristen
Eropa terhadap Islam Asia. Perang ini terjadi kerena sejumlah kota dan tempat
suci Umat Kristiani dikuasai oleh Islam sejak 632 M seperti Surah, Asia kecil,
Spanyol dan Sicilia.[2]
Perang ini juga merupakan oprasi milter yang terdiri atas tiga babak menurut
mayoritas sejarawan, yang tujuan utamanya merebut kembali kota suci dari tiga
agama (Islam, Kristen dan Yahudi) yaitu Yerussalam atau Baitul Maqdis
dari orang-orang Islam.[3]
kaum Kristen Eropa berpendapat bahwa Yerussalam merupakan tempat perlindungan
mereka yang harus mereka rebut dari tangan Islam.[4]
perang Salib ini terjadi antara tahun 1095-1291 M, yang kesemuannya dilakukan
didaerah kekuasan Islam mulai dari Nicea sampai pada Yerussalam.
Perang ini dinamakan perang Salib
karena ekspedisi yang dilakukan Kristen Eropa menunjukan lambang Salib, yang
merupaka lambang pemersatu kaum kristian yang menunjukan bahwa perang yang
mereka laksanakan adalah perang suci.
Oleh karena itulah perang terbesar dalam sejarah Umat manusia atara Umat Islam
dan Kaum Kristen dinamakan perang Salib.[5]
Dalam perang Salib terdapat sebab dan akibat perang Salib yang tentunya
meninggalkan luka yang cukup dalam bagi pihak Islam dan Kristen.
Dalam tulisan tentang perang Salib
ini akan membahas tentang sebab, priodesasi,akibat sampai pada warisan yang
ditingglakan Perang Salib. karena banyaknya pendapat mengenai priodeasi perang Salib
mulai dari tiga sampai delapan, membuat penulis mengambil pendapat terbanyak sejarawan yang
mengelompokan perang Salib menjadi tiga priode, yang terdiri dari Priode
penaklukan, Raksi Umat Islam dan priode perang saudara kecil atau priode
kehancuran. Penulis bertujuan untuk memaparkan secara ringkas runtut mengenai
perang Salib mulai dari Sebab-sebab terjadinya perang Salib sampai akibat yang
ditinggalkan perang Salib, dengan menggunakan sumber-sumber sekunder yang
terdiri buku-buku terjemahan yang ditulis oleh Sejarawan Moderen Asing sampai
pada buku-buku yang di buat oleh Sejarawan Indonesia.
Sebab terjadinya Perang Salib
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perang Salib berkobar, diatara faktor tersebut adalah faktor agama,
faktor politik, faktor sosial dan faktor ekonomi.
1.
Faktor Agama
Kekalahan
besar yang dialami oleh pasukan Salib pada pertempuran Malazgirt[6]
benar benar menjadi momok besar bagi Imperium Byzantiyum. Kekalahan ini membuat
Imperium Byzantium didesak untuk melakukan kontak dengan Romawi Barat, yang
pada waktu itu belum sependapat dalam menghadapi kekuasaan Dinasi Seljuk.
Kompromi antara Romawi Barat dan Romawi Timur semakin menguat karena adanya
pengakuan dari Peter the Hermit, yang merupakan pendeta dari Perancis yang
sedang berziarah di Baitul Maqdis, mengaku bahwa dirinya dan peziarah
lainnya dipelakukan dengan tidak baik oleh penguasa Muslim yang dalam hal ini
dikuasai oleh Dinasti Seljuk. Peter kemudian menghadap Paus Urbanus II guna
melaporkan tindakan yang dilakukan Penguasa Baitul Maqdis kepadanya dan
menyampaikan seruannya untuk merebut tempat-tempat suci Kristen. bukan sampai
disitu saja, Peter juga menyambangi Jerman, Perancis dan Belgia untuk menyerukan
kepada khalayak ramai untuk merebut kembali “Makan Kristus”[7]
2.
Faktor Politik
Jatuhnya
wilayah Armenia, pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia kecil ke bawah kekuasaan
dinasti Seljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (kaisar
Konstantinopel) untuk meminta Paus Urbanus II untuk menyerukan seruan perang
suci, dalam usahanya untuk merebut kembali kekuasaan yang telah direbut oleh
Dinasti Seljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Byzantium karena adanya janji
kaisar Alexius untuk tunduk dibawah kekuasaan Paus Roma dan ini menjadi harapan
Puas untuk menyatukan kembali Kekaisaran Romawi Barat dan Romawi timur.[8]
Di lain
pihak kondisi Umat Islam pada waktu itu sedang melemah. Ketika itu Dinasti
Seljuk yang berada di Asia Keci sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah
yang ada di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara itu kekuasaan Islam di Spnyol
semakin goyah. Situasi ini seakin parah karena adanya pertentangan segitiga
atara kekhalifahan Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abasiyah di Baghdad dan Amir
Umayah di Cordova yang memprolamirkan dirinya sebagai Khalifah. Situasi ini
kemudian di manfaatkan oleh para penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu
persatu daerah keuasaan Islam, seperti Dinasti Kecil di Edesa dan Baitul
Maqdis.[9]
3.
Faktor Sosial
Pada
abad pertengahan, terdapat beberapa kelas yang ada di masyarakat Eropa. Pertama,
kelas agamawan yang meliputi Uskup dan Pendeta. Kedua, kelompok prajurit
yang meliputi perwira dan kesatria. Ketiga, kelompok petani yang
mencakup petani dan budak. Kelompok agamawan dan kelompok Kesatria merupakan
kelompok minoritas elit yang menguasai lembaga politik dan aristocrat.
Sedangkan, kelompok petani yang merupakan kelompok kelas bawah merupakan
kelompok mayoritas yang selalu tertindas oleh kelompok-kelompok yang ada
diatasnya, mereka juga terpaksa bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan
kelompok yang ada diatasnya. Kebanyakan anggota kelompok petani adalah budak
yang sama sekali tidak memiliki kebebasan pribadi, karena semua yang dikerjakan
dan dikumpulkan oleh seorang budak menjadi milik tuannya, sehingga kahidupan
kelompok petani amat berat dan sengsara. Semua itu tejadi tepat ketika seruan
perang Salib dikumandangkan. Sehingga itu menjadi angin segar bagi para
kelompok petani untuk melepaskan diri dari kehinaan dan kesengsaraaan yang
sedang mereka jalani, hal ini yang membuat gelombang pertama pasukan Salib
sebagian besar terdiri dari kelompok petani yang tidak terlatih. Tampaknya
kematian lebih mereka sukai daripada hidup dalam keadaan hina sebagai budak.[10]
4.
Faktor Ekonomi
Kemakmuran
timur Islam, merupakan salah satu pendorong paling utama dikorbarkannya perang Salib
setelah faktor agama. paus Urbanus II sendiri pernah menyatakan bahwa faktor
ekonomi menjadi salah satu faktor penting dalam perang Salib. dia berkata
“jangan biarkan kalian berdiam diri… karena tanah yang kalian tempati,
dikelilingi lautan dengan gunung-gunung diatasnya sudah menjadi sedemikian
sempit karena begitu banyak orang yang mendiaminya, sampai-sampai ia tak
sanggup lagi memenuhi makanan mereka. Sebab itulah kalian saling memenggal
leher kalian satu sama lain dan saling bertikai….”. Yerusalam adalah negeri
yang buah-buahanya tidak tertandingi oleh tempat manapun. Bahkan, Yerussalam
menjadi tempat dari segala keindahan, sedangkan pada waktu itu Eropa sedang
dilanda krisis ekonomi dan kelaparan terutama di Negara Perancis, oleh sebeb
itu pada perang Salib pertama prajurit Perancis menjadi prajurit terbesar.[11]
Para
pedagang besar yang berada di pantai Timur Laut Tengah terutama di Negara
Italia, seperti Kota Venesia, Genoa dan Pisa berambisi untuk menguasai sejumlah
kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas
jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung dana untuk mengobarkan
perang Salib, dengan maksud agar kawasan tersebut menjadi pusat perdagangan
mereka apabila Kristen Eropa mendapatkan kemenangan.[12]
Proses terjadinya Perang Salib
Petang Salib ( The Crusade War) dalam beberapa literature
memparakan masa terjadinya perang Salib selama 2 Abad antar tahun 1096 sampai
1291. Dari waktu yang panjang tersebut dapat dibayangkan betapa banyak korban
yang berjatuhan dari kedua belah pihak. [13]
para sejarawan berbeda pendapat mengenia priodesasi perang Salib, ada yang
berpendapat perang Salib tejadi selama 6 priode, ada juga yang berpendapat
terjadi selama 8 priode, namun pendapat ini menurut sebagian kecil sejarawan.
Akan tetapi, sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa perang Salib terjadi
selama 3 priode.[14]
Priode Pertama, Priode Penaklukan ( 1096-1144)
Seruan Perang Salib I, merupakan hasil kerja keras dan usaha Paus
Urbanus II dalam kapanyenya dalam dikalangan keuskupan Agung. Disamping itu
kampanyenya di kalangan masayarakat luas yang dilakukan oleh pendeta Kriten
yaitu Peter, yang mampu menggugah emosi keagaman masayaraka Eropa.[15]
Selain itu jalinan kerjasama antara Kaisar Alexus I dan Paus Urabnus II,
berhasil membangkitkan semangat Umat Kristen, terutama akibat pidato yang
diasampaikan Paus Urbanus II pada 26 November 1096 di Clermont, bagian tenggara
Perancis dan memerintahkan orang orang Kristen agar “memasuki lingkungan Makam
Suci, merebutnya dari orang orang jahat dan meneyerahkannya kembali kepada
mereka”. Mungkin inilah pidato Paus yang paling berpengaruh yang pernah
disampiakn paus sepanjang catatan sejarah. Orang orang yang hadis disana
meneriakan selogan Deus Vult (Tuhan Menghendaki).[16]
Hasan Ibrahim Hasan dalam bukunya Tarikh Al-Islam,
menggambarkan gerakan ini sebagai gerakan rakyat jelata yang sama sekali tidak
memiliki kemampuan dalam berperang dan tanpa persiapan. Gerakan ini dipimpin
oleh Piere I’Emits. Perang Salib pertama ini sebagian besar berasal dari
Perancis dan Normandia. Dari sepanjag jalan menuju Konstantin mereka tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, mereka melakukan perbuatan brutal,
perampokan, mabuk-mabukan dan perzinaan pada tempat tempat yang mereka lalui.
Tindakan pasukan Salib ini menyebabkan kemarahan bangsa Bulgarian dan Hungaria,
yang dalam perjalannya pasukan pertama mampu ditaklukan oleh pasukan Dinasti
Seljuk sebelum sampai ke Baitul Maqdist.[17]
Hancurnya pasukan Salib
pertama, segera di susul oleh bangkitnya pasukan Salib satu tahun berikutnya
pada tahun 1097. Tentara Salib gelombang kedua ini dipimpin oleh Godfrey,
Bohemond dan Raymond, gerakan ini lebih mirip dengan ekpedisi milter yang
sangat teroganisir dan tersusun rapi. Kali ini tentara Salib menyembrangi selat
bosor, mamasuki Asia Kecil dan memblokade kota Nicea. Setelah kurang lebih
selama satu bulan dikepung sampai akhirnya kota ini dapat ditaklukan pada
tcanggal 18 Juni 1097 M. setahun berselang ditahun 1098 M, pasukan Salib dapat
menguasai Raha (Edessa), Syiria Utara sampai pada Antokia. Hingga akhirnya pada
bulan Juni 1099, tentara Salib bergerak untuk melanjutkan penyerbuannya ke kota
suci Baitul Maqdist. Selama kurang lebih satu bulan mengepung kota
tesebut, akhirnya pasukan Salib berhasil menaklukan Yersussalam ( Baitul
Maqdist) tepatnya pada tanggal 15 Juli 1099 M. [18]
Pasukan Godfrey melakukan pembantaian secara besar-besaran terhadap
Umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, anak- anak maupun orang
tua. Banjir darah dan pembantaian terhadap kaum muslim mengikuti kemenangan
mereka.[19]
Selain itu tidak hanya kaum muslim saja yang dibunuh, tetapi juga orang orang
Yahudi dan Nasrani setempat yang tidak mau bekerjasama dengen mereka.
Dengan berhasilnya pasukan Salib menguasai Baitu Maqdis dan
kota kota disekitarnya, maka mereka dapat mendirikan empat kerajaan Latin
lainnya, yaitu:
a.
Kerajaan Latin I di Edessa (1096 M) yang dipimpin oleh raja
Boldwin.
b.
Kerajaan Latin II di Antokia (1098 M) yang dipimpin oleh raja
Bahemond
c.
Kerjaan Latin III di Batul Maqdis (1099 M) dipimpin oleh
raja Godfrey
d.
Kerjaan Latin IV di Tripoli (1099 M) dipimpin oleh Reyond.[20]
Dari apa yang telah disebutkan
diatas, bahwa perang Salib di priode pertama ini, kemenangan diraih oleh Pasukan
Salib dan Umat Islam mengalami kekalahan secara mutlak. Sehingga Pasukan Salib
mampu merealisasikan tujuan utamanya untuk menguasai Baitul Maqdis. Kekalahan ini penyebab
terbesarnya adalah kondisi Umat Islam yang seakan tidak siap dalam menghadapi
serangan dari Pasukan Salib yang begitu mendadak dan juga karena kesibukan
masalah Internal yang ada pada Penguasa Islam.
Priode kedua, Priode Reaksi Umat Islam
(1144-1192)
Pada masa ini, banya wilayah
kekuasaan Islam di rebut oleh tentara Salib, sehingga menyebabkan timbulnya
rekasi Umat Islam untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang telah diambil oleh
tentara Salib. kaum muslim mulai menghimpun kekuatan-kekuatan besar yang
ditujukan untuk menghadapi tentara Salib. Di bawah pimpinan panglima, Imanuddin
Zangki, Gubenur Mosul pada saat itu, kaum muslim menyatukan langkah untuk
membendung serangan tentara Salib.[21] hasilnya pada tahun 1144, Islam berhasil
menaklukan beberapa kota yang telah berhasil direbut oleh tentara Salib, antara
lain: Aleppo, Hamimmah dan kota kota lain sampai pada Edessa.[22] Ini
merupakan salah satu kemenangan besar Islam semenjak dimulainya perang Salib. Pada
tahun 1146, imanuddin Zangki wafat, karena dibunuh oleh seorang budak, [23]
maka perjuangnnya dilanjutkan oleh putranya bernama Nuruddin Zangki yang
meneruskan cita-cita yang ingin membebaskan Negara-negara Islam diwilayah timur
dari cengkraman tentara Salib.
Kabar tentang kejatuhan Edessa
mengejutkan orang orang Kristen di Eropa Barat. Namun, ketika Paus Eugenius III
dan raja Louvis VII menyerukan Perang Salib baru, tanggapan masyarakat sangat
mengecewakan, karena banyak masyarakat telah mendengar betapa mengerikannya
perang Salib pertama limapuluh tahun sebelumnya. Dengan usaha Bernard, kepala
biara dari Clairvaux, akhirnya dapat mengumpulkan masa untuk kembali
mengorbankan Perang Salib kedua.[24]pada
perang ini dipimpin oleh Raja Prancis Louis VII dan Raja Jerman Condrad II,
sasaran pertama mereka yaitu merebut kembali wilayah Kristen di Syiria. Akan
tetapi serangan ini sangat mudah ditakulukan oleh Nuruddin Zangki, sehingga
pada penyerangan ini Pasukan Salib gagal untuk menguasai wilayah Islam.
Pada tahun 1149, Nuruddin Zangki
berhasil menaklukan wilayah Damakus, Antokia dan Mesir. Dua tahun berikutnya
pasukkan Islam berhasil menaklukan seluruh wilayah Edessa, dan sempat menangkap
Emis Edessa. Kemudian pada tahun 1164 Nuruddin Zangki berhasil menaklukan kota
Antokia dan menyandara Emir Bahemeond III dan sektunya Raymond III. Keduanya dibebaskan
setelah membayar tebusan dalam jumlah besar.[25] Pada tahun 1174 Umat Islam berkabung atas
wafatnya pemimpin terbaik mereka yaitu Nuruddin Zanki.
Dengan wafatnya Nuruddin Zangki,
selanjutnya pemimpin perang dipegang oleh Salahuddin Al-Ayyubi (seorang pendiri
Dinasti Ayubbiyah 1175 M di Mesir). Dibawah pimpinannya tentara Islam semakin
berjaya, dan pada puncaknya pasukan Islam berhasil menaklukan Baitu Maqdis
pada tahu 1187 M, ini merupakan keberhasilan terbesar Umat Muslim yang tecatat
dalam sejarah perang Salib kedua. Sehingga pada tahun yang sama pula Masjidil
Aqsa kembali mengumandangkan Adzan, sementara pasukan Salib banyak yang
menjadi tawanan. Keberhasilan Islam ini sangat menyedihkan dan memukul persaan
tentara Salib.
Pada tahun 1189, kaum Salib kembali
mengobarkan semangat Salibnya untuk menakulukan kembali wilayah-wilayah Islam,
mereka mengirim ekspedisi militer besra-besaran dan lebih kuat. Mereka menyusun
rencana sebaik mungkin untuk menyerang sebagai balasannya, pasukan ini di
komandoni oleh raja-raja besar Eropa seperti Frederick I (Frederik Barbarosa,
Kaisar Jerman), Richard I (The Lion Hearted, Raja Inggris) serta Piliph
II (Piliph Agustus, Raja Prancis). Ekspedisi perang Salib ini itu dibagi
menjadi tiga devisi: devisi pertama menempuh jalur laut, yang dipimpim oleh
Frederick I yang memimpin jalur darat, namun Federick tewas tenggelam ketika
menyembrangi sungai Armenia, dekat kota Edessa. Sebagian tentaranya kembali,
sedangkan sebagian kecil masih menajutkan perjalanan. Sedangkan devisi kedua
dipimin oleh Piliph I melalui jalur laut bertemu dengan Devisi Tiga yang
dipimpin oleh Richard III yang juga melalui laut, mereka bertemu di Sicilia.
Piliph I jatuh sakit dan memilih kembali
ke Perancis.[26]
Sedangkan Ricahard III melanjutkan perjalanan ke Akkad dan bertemu dengan
tentra Islam. pasukan Islam berhasil mundur untuk menyusun strategi, sementara
pasukan Salib tidak berhasil memasuki kota suci Biatul Maqdsi.
Peperangan ini berlangsung sampai tahun 1192 M. dalam keadaan demikian pihak
Richard III dan Salahuddin al Ayyubi sepakat melakukan genjata sejata dan
melakukan perjanjian yang dinamankan perjanjian Ramlah. Yang inti
perjainjiannya daerah pesisir seperti Tyre sampai Yafo sedangkan daerah
pedalaman tetap berada dalam kekuasaan Islam termasuk Baitu Maqdist,
namun dengan syarat bahwa Umat Islam harus menjamin kemanan bagi Umat Kristen
yang Berziara ke Baitul Maqdis dengan mesyaratkan juga agar Umat Kristen
memasuki Baitl Maqdis dengan tanpa membawa senjata. Dengan disahkannya
perjanjian tersebut, maka Baitul Maqdis tetepa berada di tangan Umat Islam.[27]
Beberapa bulan setelah pengesahan dua kesepakatan tersebut, pada tanggal 3
Maret 1193, salahuddin al-Ayyubi tutup usia pada usia 55 tahun dan beliau
dimakamkan di Syiria. [28]
Priode ketiga, Perang Saudara atau
Kehancuran (1193-1291 M)
Skala proiritas pasukan Salib pada
Priode ini adalah menguasai Mesir, dengan pertimbangan ekonomi bahwa jika Mesir
dapat dikuasai maka mereka akan mendapat keutungan yang besar dalam peperangan,
sebab apabila menakulkan Masir maka kesempatan untuk memasuki Laut Merah dan
mengembangkan perdagangan ke Hindia dan kepulauan Hindia sebelah Timur.
Beberapa tahun setelah pasukan Salib berhasil menduduki Konstantinopel, pada
tahun 1218, karena adanya pemberontakan kaun Kristen Ortodok, mereka menyerang
Mesir, tetapi tidak berhasil dan hanya bisa mengiuasai Dimyat sebagai pintu
gerbang strategis untuk memasuki Mesir. Dalam keadaan yang mendesak kaum Muslim
karena Dimyat dikuasai oleh Pasukan Salib, akhirnya Frederick II mengadakan
perundingan dangan Malik al-Kamil, penguasa Mesir dari Dinasti Ayubbiyah. Isi
perjanjian tersebut adalah Baitul Maqdis diserahkan kepada tentara Salib
dan sebagai gantinya Dimyat dikembalikan kepada Umat Islam. Malik al Kamil pun
setuju, dia memilih untuk lebih mengorbankan Baitul Maqdis kepada
pasukan Salib dari pada harus menuai kekalahan di Mesir yang merupakan Pusat
Dinasti Ayubbiyah. Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, Baitul
Maqdis kembali ke pangkuan Pasukan Salib dan Federick II sebagai rajanya.
Namun setelah melaui beberapa pertempuran melawan pasukan Salib, akhirnya Baitu
Maqdis berhasil dikuasai oleh Islam kembali, yaitu oleh Dinasti Ayyubiyah,
al Malik al-Saleh putra al Malik pada tahun 1247 M.[29]
Perlawanan terhadap tentara Salib
dilajutkan oleh Dinasti Mamlik pada tahun 1263M. Al-Malik al Zahir Baybars
berhasil menaklukan kota-kota Caesarea dan Akka. Keperhasilan ini juga
dilanjutkan dengan berhasilnya tentara Islam untuk merebut kembali Yaffa dan
kota Antokia yang merupaka benteng pertahanan tentara Salib dalam tahun 1271 M.[30]
Perjuangan Baybars dilanjutkan oleh
Qalawun yang memerintah tahun 1279-1290 M. Dibawah pemerintahannya Liqiyah dan
Tripoli dapat ditaklukan dalam tahun 1289 M. dan pada tahun itulah Sultan
Qalawun mempersiapkan tentaranya untuk menaklukan daerah-daerah yang dikuasai
tentara Salib, namun dia meninggal sebelum usaha tersebut berhasil. Usahanya
dilanjutkan oleh putrannya, Asyraf Khalil yang berkuasa dalam tahun 1290-1293.
Pada tanggal 5 April 1291 M. ia
menyerang dan mengepung kota Akka dab berhasil menguasai kota tersebut pada
tanggal 28 Mei 1291 M. selanjutnya, kota-kota yang dikuasai Salib satu demi
satu jatuh ketangan pasukan Islam, termasuk Baitul Maqdis. Tanggal 14
Agustus 1291 M. kekuasaan tentar Salib sudah lenyap dari Timut Tengah. Adapun
sisa-sisa tentara Salib, selanjutnya melarikan diri melalui jalur laut dan
kebanyakan mereka mengungsi ke Cyiprus.
Kemenangan demi kemenangan yang
diraih tantara Islam pada priode terakhir ini, sangat didukung oleh pemimpin
perang yang tangguh dan berani, beberapa pemimpin tentara Islam terkahir yaitu
Malik al-Kamil, Saleh al-Kamil, Sultan Qalawun dan Asyraf Kalili berhasil
memberiakankekalahan pasuka Salib. disamping itu tentara –tentara Islam juga
merupakan pasukan-pasukan yang terlatih di medan perang.
Akibat Perang Salib
Meskipu pihak Kristen Eropa
mengalami kelalahan dalam perang Salib, namun mereka telah mendapatkah hikmah
yang luar biasa dan tidak ternilai hargannya dari perkenalan mereka dengan
kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian maju. Kebudayaan yang
mereka bawa dari Islam ke Barat adalah bidang militer, seni, perdagangan,
perindustrian, pertanian, astronomi, kesehatan, dan kepribadian. Dan pengaruh
yang diambil kaum Kristen Eropa dari Islam inilah yang kemudian melahirkan era Renaisanse
pada abad ke 16, yang disusul kemudian dengan era pencerahan pada abad ke 18 M.[31]
Dalam bidang militer, dunia Barat
menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum pernah miliki
sebelumnya, diatarannya penggunaan bahan peledak untuk melontrakan peluru,
teknik melatih burung untuk kepentingan informasi militer dan penggunaan rebana
atau gederang untuk meberikan semangat kepada pasukan militer di medan perang.
Dalam bidang perindustrian, mereka
banyak menemukan kain tenun dan berbagai macam peralatan tenun di dunia timur.
Untuk itu mereka banyak mengimpor berbagai jenis kain dari Timur ke Barat.
Selain itu mereka juga menemukan berbagai jenis parfum untuk mengharumkan
ruangan. Dalam bidang pertanian mereka menemukan sistem pertanian yang belum
pernah mereka temui di Eropa diantaranya model Irigasi yang praktis dan jenis
tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam.
Hubungan perniagaan dengan Timur
menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebaga alat tukat menukar yang awalnya
mereka hanya menggunakan barter. Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam mulai
abad ke 9 M. telah mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia barat.
Dan yang tidak kalah penting adalah sikap dan kpribadian Umat Islam pada waktu
itu telah memberikan pengaruh postif terhadap nilai nilai kemanusiaan di Eropa.
[32]
Sementara dipihak Islam, perang Salib
menyisakan luka yang sangat mendalam. Meskipun wilayah wilayah kekuasaan Islam
berhasil direbut kembali, dalam arti perang ini dimenangkan oleh Umat Islam,
namun membawa bayak kerugian di pihak Islam, karena peperangan berada di
wilayah kekuasaan Islam, tentunya berapa banyak kerugian yang ditanggung oleh Islam,
khususnya berkenaan tentang fasilitas hidup. Perekonomian Islam semaki jatuh,
wilayah-wilayah kekusaan Islam terpecah belah. Dinasti-dinasti kecil yang
berpotensi untuk melepaskan diri dari pemerintahan Bani Abbasiyah akhirnya
memperoleh kemerdekaannya dan menyebabkan kelemahan yang dialami oleh
pemerintahan pusat bani Abbasiyah di Baghdad.[33]
Penutup
Selama kurang lebih dua abad (1095-1291 M),
perang Salib dikobarkan. Yang merupakan perang terbesar sepanjang sejarah yang
melibatkan dua agama Samawi yaitu Islam dan Kristen. ada banyak faktor yang
melatar belakangi Perang besar ini, diantaranya adalah faktor agama, ekonomi,
politik dan sosial. Namuna sebagian sejarawan berpendapat bahwa faktor yang
berpengaruh paling besar adalah faktor agama. kemudian dalam perjalannya perang
Salib di priodekan oleh sebagian besar para sejarawan menjadi tiga priode,
priode pertama (1096-1144) Islam mengalami kekalahan besar dikarenakan Umat Islam
masih sibuk dengan urusan Internal masing-masing yang membuat kurang siap dalam
menghadapi serangan kaum Salib. Priode kedua (1144-1192) merupakan priode
reaksi Umat Islam, pada prode ini Islam mulai bersatu untuk melawan pasuka Salib,
dan akhinrnya mereka mampu merebut kembali wilayah-wilayah yang diduduki oleh
pasukan Salib. Priode ketiga (1192-1291), merupakan priode kekalahan pasukan Salib,
pada priode ini Islam bisa sepenuhnya menguasir pasukan Salib dari wilayah Islam.
pasca perang Salib walaupun Islam telah berhasil mengusir pasukan Salib, namun
kerugan yang cukup besar dari kalangan Islam karena seluruh peristiwa perang Salib
berada diwilayah Islam. sedangkan dipihak Kristen mereka mendapatkan banyak
pelajarah dari kemajuan peradaba Islam di timur yang akhirnya mereka dapat
mengembangkannya hingga sekarang.
Daftar Pustaka
Amin,
Samsul Munir. Sejarah Pedaraban Isalam, Jakarta, Azamah 2003.
Amstrong, Karen. Holy War; The Crusade and Thaei Impacon Today’s
Word,(Prang Suci: dari Kiasah Detail Perang Salib dan Dampaknya Terhadap
Zaman Sekarang). Terj. Hikmat Darmawan, Jakarta, Serambi, 2013.
Azid,
Rizem. Sejarah peradaban Islam terlengkap (Priode Klasik, pertengahan dan
Moderen). Yogyakarta, Diva Pess, 2015.
al-Maghlust,
Sami bin Abdullah. Athlas al-Hamiat ash-Sahlibiyyah (Atlas Perang Salib),
Terj. Fuad Syaifuddin Nur, Jakarta, Almahira, 2009.
Hauqola,
N Kholis. Gejolak peradaban Islam pada Masa Perang Salib, Dinamika
Peradaban Islam, Yogyakarta, Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013.
Hillebrand,
Carolie. The Crusade: Islamic Perspective (Perang Suci: Sudut Pandang Islam),
Terj. Heryadi, Jakarta, Serambi, 2015.
Hitty
, Pilip. History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedy
Sekamet Riyadi. Jakarta, Serambi Ilmu Pustaka, 2014.
Ismail,
Faisa. Paradigma Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.
Muzayanah, Sejarah Peradaban Islam2, Surabaya, UIN Sunan
Ampel Press, 2014.
Nurhakim,
Muhammad. Sejarah dan Peradaban Islam, Malang, UMM Presa, 2014.
Supriyadi,
Dedi. Sejarah dan Peradaban Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
Syamzan
Syukur. Perang Salib, Bingkai Sejarah, Jurnal Rihlah, Vol . II, No I,
2014
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta, PT Raja
Grafindo, 2008
[1]
Carolie Hillebrand, The Crusade: Islamic Perspective, Terj. Heryadi,
(Jakarta: Serambi, 2015) 20-21
[2]
Rizem Azid, Sejarah peradaban Islam terlengkap (Priode Klasik, pertengahan
dan Moderen) (Yogyakarta: Diva Pess, 2015) 408
[3]
Ibid., 409
[4]
Carolie Hillebrand. 1
[5]
Rizem Azid. 409
[6]
Pertempuran malazgirt tejadi pada tahun 463 H/ 1071 M. merupakan pertempuran
antara Dinasti Saljuk yang dipimpin oleh Alib Arsenal dengan Imperium Byzantiyum yang di menangkan oleh
pasukan muslim secara gemilang, yang membuat keruntuhan dominasi Imperium Byzantiyum
di Asia Kecil.
[7]
Sami bin Abdullah al-Maghlust, Athlas al-Hamiat ash-Sahlibiyyah, Terj.
Fuad Syaifuddin Nur, ( Jakarta: Almahira, 2009) 20
[8] Samsul
Munir Amin, Sejarah Pedaraban Isalam (Jakarta, Azamah 2003) 235
[9]
Ibid., 236
[10]
Sami bin Abdullah al-Maghlust, 28-29
[11]
Ibid., 31
[12] N.
Kholis Hauqola, Gejolak peradaban Islam pada Masa Perang Salib, Dinamika
Peradaban Islam. ( Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013) 139-140
[13]
Syamzan Syukur, Perang Salib Bingkai Sejarah, vol II,. 50
[14]
Rizem Azid, 414
[15]
Syamzan Syukur, 50
[16]
Pilip H Hitty, 812
[18]
Syamzan Syukur, 53
[19]
Rizem Azid, 416
[20]
Syamzan Syukur, 53
[21]
Rizem Azid, 417
[22]
Syamzan Syukur, 53
[23]
Carolie Hillebrand, 29
[24] Karen
Amastrong, Holy War; The Crusade and Thaei Impacon Today’s Word,(Prang
Suci: dari Kiasah Detail Perang Salib dan Dampaknya Terhadap Zaman Sekarang).
Terj. Hikmat Darmawan, (Jakarta: Serambi, 2013) 319
[25]
Syamzan Syukur, 54
[26] Muzayanah,
Sejarah Peradaban Islam 2 (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014) 125
[27]
Rizem Azid, 418
[28]
Syamzan Syukur, 54
[29]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Diarasah Islamiyah, (Jakarta: PT
Raja Grafindo, 2008) 79
[30]
Pilip K Hiity, 220
[31]
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi
Press, 1998) 124
[32] Nur
Khoolis Hauqola, 153-154
[33]
Mohammad Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam (Malang, UMM Press, 2004)
98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar