Kamis, 12 September 2019

SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA/NUSANTARA PADA MASA KUNO, PERTENGAHAN, MODERN SERTA KONTEMPORER


Ahmad Khoiron Minan
minansendang@gmail.com

Pendahuluan
Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya manusia untuk mengembangkan potensinya agar mampu mengemban amanah menjadi pemimpin dimuka bumi. Dalam Islam pendidikan merupakan suatu proses belajar manusia yang isinya adalah bagaimana dirinya mampu untuk memimpin dirinya sendiri dan orang lain agar sesuai dengan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai pendidikan yang berwawasan keislaman, sudah barang tentu pendidikan Islam sudah ada sejak awal kelahiran Islam yaitu pada masa Rasulullah Nabi Muhmmad SAW. Pendidikan pada zaman Rasul masih berupa konsep yang ditemukan dalam beberapa hadits. Materi pendidikan yang ada di Makkah tentang Tauhid dan Al Qur’an, sedangkan materi yang ada di Madinah berupa hukum, ekonomi, politik seni dan lain sebagainya. Ini membuktikan bahwa pendidikan Islam sudah ada pada zaman Nabi, meskipun masih berupa konsep dan belum berupa kurikulum seperti sekarang, tetapi pada dasarnya tujuan tersebut sama, yaitu upaya untuk meningkatkan kualitas yang ada dalam diri setiap muslim.
Jika membahas tentang Pendidikan di Indonesia (Nusantara) tidak akan lepas hubungannya dengan masuknya Islam di Nusantara. Masuknya Islam di Nusantara sudah barang tentu dibarengi dengan upaya pemeluknya untuk mempelajari lebih mendalam tentang agama Islam. Oleh sebab itu inilah yang menimbulkan lahirnya pendidikan Islam di Nusantara. Proses awal pendidikan di Nusantara tentunya masih berupa sistem yang sangat sederhana atara guru dan murid, namun seiring perkembangan zaman dan perkembangan pemikiran, tentunya bersamaan dengan perkembanga pendidikan Islam. Sebagai seorang pendidik tentunya kita di harapkan untuk mengetahui sejarah perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, sebagai sebuah pengetahuan agar mampu mempelajari dan menyempurnakan sistem pendidikan yang sudah ada, dengan bercermin terhadap pendidikan masa lampau. Dalam makalah ini akan sedikit membahas tentang sejarah pemikiran pendidikan Islam di Nusantara masa klasik sampai kontemporer.


Pembahasan
A.    Pendidikan Islam pada awal masuknya Islam di Nusantara
Pendidikan Islam masuk ke Nusantara berbarengan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Teori masuknya Islam di Nusantara menurut ahli sejarawan adalah sebagai berikut
1.      Teori Gujarat, Islam berasal dari Gujarat, India Abad 13 M (Snouck Hurgronje).
2.      Teori Arab, Islam berasal dari Arab, Abad 7 M (Haji Abdul Malik Karim Amrullah/ Hamka).
3.      Teori Persia, Islam berasal dari Persia (Iran), Abad 13 M (Hoesei Djajadinigrat).[1]
Para Ahli sejarah pada umumnya berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui pesisir Sumatra Utara, kemudian masuk ke tanah Jawa dan menyebar ke bagian timur Nusantara.[2] Islam di Nusantara berkembang pesat hingga saat ini menjadi agama terbesar di Indonesia dan Indonesia menjadi negara dengan pemeluk muslim terbesar di Indonesia. Ada beberapa faktor penyebab Islam berkembang dengan cepat di Nusantara.
1.      Ajaran Islam miliki ajaran yang tidak memberatkan.
2.      Tugas dan kewajibannya sedikit.
3.      Peyebaran Islam dilakukan secara bijaksana.
4.      Penyiaran Islam dilakukan dengan bahasa yang sederhana.[3]
1.      Kerajaan Islam di Perlak
Kerajaan Islam perlak merupakan salah satu kerjaan Islam pertama yang ada di Nusantara.[4] Kerajaan ini berdiri pada abad ke 9 H/ 3M. Sultan pertama yang memproklamirkan kerajan perlak adalah Sultan Alaiddin Sayid Mulana Abdul Aziz Syah. Ulama besar sekaligus pendiri perguruan tinggi Islam perlak adalah Sultan Alauddin Muhammad Amin, merupukana sultan ke-6 kerajaan Perlak.[5] Peguruan tinggi dalam hal ini merupakan sebuatan bagi taklim tinggi yang dihadiri kusus oleh murid-murid yang sudah alim untuk membahas kitab- kitab yang berbobot, seperti kitab Al-Um yang dikarang oleh Imam Syafi’i. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerajaan Perlak sudah memiliki sistem pendidikan yang berjalan dengan baik.[6]
2.      Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai menurut beberapa catatan sejarah berdiri pada abad ke-10 M/ 3 H, raja pertamanya adalah al Malik Ibrohim bin Mahdum dan raja terakhir adalah al-Malik Sabarsyah. Samudera Pasai berada di pesisir pantai sebelah utara Sumatera yang sekarang berada di kabupaten Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Keberadaan kerajaan Samudera Pasai diperkuat dengan pendapat pengembara asal Maroko yang bernama Ibnu Batutoh yang sempat singgah di kerajaan Pasai pada tauh 1345 M.
Menurut catatan perjalanan yang ditulis oleh Ibnu Batutoh, bahwa kerajaan Samudera Pasai memiliki seorang pemimpin yang alim dan menganut paham Imam Syafi’i. Lebih lanjut Ibnu Batutoh menuturkan bahwa sistem pendidikan yang ada pada zaman Samudera Pasai yaitu:
a.       Materi pendidikan dan pengajaran tentang keagamaan mengikuti paham Imam Syafi’i
b.      Pendidikan Informal berupa halaqoh dan ta’lim
c.       Tokoh pemerintah merangkap sebagai tokoh agama
d.      Biaya pendidikan bersumber dari pemerintah[7]
3.      Kerajaan Aceh Darusaalam 
Kerajaan ini berdiri sekita abad ke 14 M. Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kerajaan hasil peleburan kerajaan Aceh di barat dan kerajaan Samudera Pasai di Timur. Sultan pertamanya mempunyai gelar Sultan Alauddin Ali Muhayat Syah (1507 M-1522 M). Aceh pada saat itu merupakan kerajaan yang terkenal dan cukup terpandang, hal ini dibuktikan dengan adanya kerjasama dalam bidang ekonomi, politik. militer dan kebudayaan dengan berbagai kerajaan seperti Turki Usmani, Isfaham, Maroko dan Akra.
Dalam pendidikan kerajaan Aceh memberikan perhatian lebih, ini dibuktikan dengan dibentuknya berbagai lembaga-lembaga Negara yang bertugas dalam hal pendidikan diantaranya:
a.       Balai Seutia Hukama, lembaga tempat berkumpulnya ulama dan pemikir dan cendikiawan yang bertujuan untuk membasah dan mengembangkan ilmu pengetahuan
b.      Balai Seutia Ulama, lembaga yang bertugas untuk mengurus masalah-masalah pendidikan
c.       Balai Jama’ah Himpunan Ulama’, lembaga tempat berkumpulnya para ulama’ untuk bertukar piliran yang membahas persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu pendidikan.
Sedangkan dalam jenjang pendidikan adalah sebagai berikut
a.       Meunasah, sebutan bagi sekolah tingkat dasar yang materinya berisi membaca dan menulis arab, agama, bahasa jawi/melayu, akhalq dan sejarah Islam.
b.      Rangkang, sebutan bagi sekolah tingkat menengah yang materinya berisi bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, hisab, akhalq, fikih
c.       Dayah, sebutan bagi sekolah tingkat atas, yang materinya beisi tauhid, tasawuf, tata negara dan ilmu pasti.
d.      Dayah Teuku Cik, dapat disamakan seperti perguruan tinggi yang materinya berupa tafsir, mantiq, falaq, sastra arab dan lain sebagainya.
Dengan demikian membuktikan bahwa ilmu pengetahuan pada masa kerjaan Aceh sudah sangat berkembang, pendapat ini diperkuat dengan lahirnya para ulama’ seperti Hamzah Fansuri, Syekh Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdur Rauf As-Singkili dan lain sebagainya.[8]
4.      Kerjaan Islam Demak
Kerjaan Demak adalah kerjaan Islam pertama di Jawa yang berdiri pada tahun 1478 M, di pimpin oleh Raden Fatah. Beliau merupakan putra dari Raja Majapahit yaitu Prabu Barwijaya VII (Sri Kerta Bumi) yang menikah dengan putri Campa yang beragama Islam. Berdirinya kerajaan Demak tidak lepas dari upaya para wali yang berada di Jawa yang lebih dikenal dengan Wali Songo. Pada masa Demak pendidikan Islam diserahkan sepenuhnya kepada para Wali.
Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran yang ada di Demak memiliki kemiripan dengan apa yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid yang menjadi pusat pendidiak Islam pada masa itu. Selain masjid para wali juga membuat tempat bagi para murid untuk tinggal di masjid yang kemudian lebih di kenal dengan Pondok Pesantren. Pesantren pertama di Jawa adalah yang didirikan oleh Sunan Ampel yang berada di daerah Ampel Denta yang kini menjadi daerah Surabaya.[9]
Para wali menjadi pondasi pertama pendidikan Islam di Jawa. Pendekatan yang dilakukan para wali secara umum terbagi menjadi dua yaitu pendekatan kebudayaan seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan pendekatan kekuasaan dan keislaman seperti Sunan Giri.
5.      Kerajaan Islam Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan pada abad 15 M. Dibawa oleh para mubalig dari Jawa yang merupakan murid dari Sunan Bonang dan Sunan Giri. Islam di Kalimantan mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam Banjar di bawah pimpinan Sultan Syurian Syah. Sistem pendidikan yang diterapkan di pesantren Banjarmasin secara umum tidak berbeda dengen pendidikan yang ada di Jawa maupun Sumatera, yaitu dengan menggunakan sistem halaqoh, menerjemahkan kitab-kitab yang dipakai kedalam bahasa banjar sedangkan para santrinya menyimaknya.

6.      Lembaga- Lembaga pendidikan pada awal munculnya Islam
a.       Masjid/langgar, masjid atau langgar memiliki fungsi utama sebagai tempat shalat. Selain fungsi utama masjid atau langgar digunakan sebagai tempat pendidikan. Pendidikan di masjid mencakup berbagai usia dari dewasa sampai anak-anak. Materi yang di sampaikan berkenaan tentang hal keagamaan seperti akidah, akhlaq, ibadah dan membacaAl-Qur’an.
b.      Pesantren, pendidikan pesantren dipelopori oleh para wali. Para murid diharuskan untuk tinggal di tempat-tempat yang disediakan, tujuan agar para guru dapat lebih fokus dalam mengawasi para murid. Pendidikan pesantren lebih difokuskan pada penguasaan kitab kuning dengan sistem bandongan dan sorogan.
c.       Munahasah, Rangkang dan Dayan. [10]

B.     Pendidikan Islam pada Masa Penjajahan
Penjajahan Balanda ke Indonesia mempunyai beberapa tujuan diantara, pertama, untuk mendapatkan keuntungan; kedua, mendapatkan kekuaaan politik; Ketiga; menyebarkan ideologi keagamaan. Pada ranah ekonomi dan politik Belanda mendirikan kongsi dagang yang diberi nama VOC 1602 M. Sedangakan dalam penyebaran ideologi Belanda mendirikan sekolah-sekolah Belanda yaitu sekolah dasar, kelas II, HIS, MULO dan AMS.[11] Adapun ciri-ciri pendidikan pada masa belanda yaitu (1) bersifat heterogen, (2) bersifat diskriminatif, (3) pendidikan cenderung intelektualistik.[12]
Perkembangan pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda sangat dipersulit. Ini dikarenakan Belanda memiliki tujuan menyebarkan agama Kristen (misionaris), oleh sebab itu pendidikan-pendidikan yang dibuat Belanda pada saat itu adalah pendidikan Kristen. Selain karena tujuan penyebaran agama, Belanda juga mengkhawatirkan kekuatan agama Islam sebagai salah satu kekuatan penopang utama masyarakat Indonesia. Atas dasar ketakutan terhadap Islam, Belanda membuat beberapa peraturan yang mempersulit berkembangnya pendidikan Islam di Nusantara, kebijakan tersebut antara lain:
1.      Pada tahun 1882 pemerintahan Belanda membuat lembaga yang bertujuan untuk mengawasi kehidupan keagaman dan pendidikan Islam yang disebut dengan Priestrraden.
2.      Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengharuskan para pengajar Islam untuk mendapatkan izin sebelum melakukan kegiatan mengajar.
3.      Pada 1925, keluar peraturan yang lebih ketat yaitu tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran mengaji kecuali mendapatkan rekomendasi dari pemerintahan Belanda.
4.      Pada 1932, pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa semua lembaga pendidikan Islam yang tidak memiliki izin harus ditutup.[13]
 Diskriminasi yang diberikan pemerintah Belanda kepada umat Islam terutama dibidang pendidikan tidak membuat semangat para ulama untuk terus mengembangkan pendidikan Islam. Kesadaran akan pentingnya pendidikan menimbulkan upaya-upaya untuk mendirikan organisasi-organisasi pendidikan Islam di Indonesia.

Organisasi Pendidikan Islam di Indonesia pada Penjajahan
a.       Jami’at Khairat
Organisasi ini didirikan oleh para penduduk keturunan Arab pada tanggal 17 Juli 1905. Program utama dari organisasi ini adalah pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar dan pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan pendidiakan. Dalam bidang pendidikan, sekolah dasar Jami’at Khairat tidak hanya menfokuskan pada pendidikan keagamaan saja, melainkan juga pengetahuan umum seperti sejarah, berhitung dan ilmu bumi. Jami’at Khairat juga mendatangkat guru dari luar negeri untuk mengajar di daerah tersebut. Organisasi ini juga menjujung tinggi atau mengistimewakan keturunan arab yang berdarah sayyid.
b.      Al-Irsyad
Al-Irsyad merupaka pecahan dari Jami’at Khairat. Didirikan oleh Ahmad Sorkati pada tahun 1913, atas dasar kekecewaan terhadap hak istimewa yang berlebihan kepada golongan sayid. jadi sebagian besar anggota Al-Irsyad adalah para keturunan Arab non sayid. pendidikan yang diberikan kepada anggotanya adalah Tauhid, Fiqih dan Sejarah. Selain itu Al-Irsyad juga membangun dan mengelola gedung-gedung pertemua, sekolah dan unit percetakan. Prinsip yang diterapkan oleh Surkati adalah mengajak umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, selain itu beliau juga menentang pendapat yang memutuskan pintu ijtihad dan takild kepada madzhab yang dianggap memecah belah umat Islam.[14]
c.       Persyerikatan Ulama’
Organisasi ini didirikan di daerah Majalengka Jawa Barat, pada tahun 1911 atas inisiatif dari Haji Abdul Halim. Abdul Halim mengamati bahwa pendidikan yang didirikan oleh pemerintah hanya semata-mata untuk kepentingan pemerintah yang artinya lulusannya hanya akan menjadi buruh di pemerintah sedangkan lulusan sekolah agama atau pesantren hanya mampu menjadi guru agama. Atas dasar tersebut organisasi ini mencoba untuk menerapkan pendidikan yang tidak hanya fokus pada keagamaan dan ilmu pengetahuan tetapi juga memebekali para muridnya untuk mempelajari keterampilan tangan, pertanian dan perdagangan tergantung dari bakat masing-masing murid.[15]
d.      Persatuan Islam (Persis)
Organiasasi ini didirikan di Bandung pada 12 September 1923, oleh sekelompok aktivis keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus. Dalam kegiatannya Persatuan Islam menitibertkan pada pembentukan faham keislaman, untuk mencapai hal tersebut Persis mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tablig, khotbah-khotbah, kelompok studi, mendirikan sekolah, menyebarkan dan menerbitkan pamfel dan kitab kitab. Dalam hal pendidikan Persis mendirikian madrasah yang awalnya hanya ditujukan bagi anak-anak dari anggota Persis, kemudian sekolah itu dibuka untuk umum. Zamzam dan Hasan juga mengajarkan tentang iman dan menolak kebiasaan-kebisaan yang berbau Bid’ah. Selain itu juga membahas tentang permasalaha-permasalah aktual pada masa itu. Selain mendirikan sekolah Persis juga mendirikan Pesantren yang tujuannya untuk membentuk kader-kader yang siap untuk menyebarkan agama.[16]
e.       Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, pada tanggal 10 November 1912 di Yogyakarta, organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan kemasyarakatan. Tujuan dari organisasi ini yaitu mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka berpendapat bahwa uamt Islam sudah terlalu jauh dari ajaran Islam murni dengan mepercayai tahayul, khurofat dan bid’ah. Dalam bidang pendidikan Muhammadiya mencoba untuk mengadopsi model-model pendidikan barat. Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi pertama yang mendirikan sekolah dengan menggunakan meja dan kursi dalam proses belajar mengajarnya. Sekolah yang didirikan Muhmmadiyah terbagi menjadi dua yaitu:
a.       Sekolah Umum, yang terdiri dari Taman Kanak-Kanah, Vervog School 2 tahun, schacel school 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun dan HIK 3 tahun. Pada sekolah-sekolah umum diajarkan pendidikan agama sebanyak 4 pelajaran perminggu.
b.      Sekolah Agama, terdiri dari Madrasah Ibtida’iyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Mualimin-mualimat 5 Tahun dan Kuliyatul Mubalighin 5 Tahun.[17]
f.       Nahdlatul Ulama’
NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya, oleh beberapa tokoh ulama’ salah satunya KH. Hasyim Asy’ari sebagai tindak lanjut dari kominte Hijaz. Komite Hijaz awalnya bertujuan untuk mengirimkan delegasi ke Arab Saudi untuk mempertimbangkan kembali kebijakan penghancurkan peninggalan-peninggalan Islam. Salah satu upaya NU adalah untuk mempertahankan adat-adat atau tradisi lama yang baik untuk mengimbangi gencarnya ekspansi pembaharuan Islam. Dalam hal ibadah NU mencoba untuk memegang teguh 4 Mazhab yaitu Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi.[18] Dalam hal pendidikan NU mempunyai basis kuat di Pesantren yang memiliki tujuan untuk membentuk masyarakat yang mempunyai akhlaq yang mulia serta pendidikan keagamaan yang memadahi. NU menggunakan sistem madrasan yang terdiri dari 5 tingakatan, yaitu:
a.       Madrasah Awaliyah 2 tahun
b.      Madrasah Ibtida’iyah 3 tahun
c.       Madrasah Tsanawiyah 3 tahun
d.      Madrasan Mualimin Wustho 2 tahun
e.       Madrasah Mualimin Ulya 3 tahun. [19]

Kejayaan Pejajahan Belanda lenyap setelah datangnya Jepang sebagi salah satu negara kuat di Asia, Jepang menggantikan Belanda sebagai negara penguasa Indonesia. Cita- cita besar yang diinginkan jepang pada saat itu adalah menyatukan seluruh negara Asia dengan Jepang sebagai pemimpinnya sebagai upaya untuk bersaing dengan negara-negara Eropa dan sekutunya.
Sikap Jepang terhadap pendidikan secara umum adalah berupaya agar segala jenis pendidikan mampu menguntungkan Jepang untuk mencapai cita-citanya, salah satu upaya Jepang adalah dengan memberikan pendidkan militer dalam rangka untuk mempersiapkan diri sebagai tentara jepang. Sedangkan sikap Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia lebih lunak, sehingga gerak pendidikan Islam lebih leluasa ketimbang zaman penjajahan Belanda. Sikap pendidikan Jepang tehadap pendidikan Islam hanyalah upaya untuk mendekati Islam demi kepentingan kekuasaanya di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pendidikan Jepang dalam rangka mendekati Islam diantaranya adalah:
1.      Didirikannya kantor urusan Agama atau sumubu, yang di pimpin KH. Hasyim Asy’ari.
2.      Pondok pesantren besar sering mendapatkan bantuan dan kunjungan dari Jepang.
3.      Sekolah negeri diberi pendidikan tentang budi pekerti yang identik dengan agama.
4.      Pemerintah mengizinkan berdirinya sekoalah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah, Kahar Mudzakar dan Bung Hatta[20]

C.    Pendidikan Islam Setelah Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, baik sekolah swasta maupun negeri. Ini sesuai dengan anjuran dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa “Madrasah dan Pesantren yang hakikatnya satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasa rakyat jelata yang sudah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesai secara umum, hendaklah mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah”.
Pada masa orde lama pendidikan Islam semakin diperhatikan. Ini dibuktikan dengan keluarnya peraturan bersama antara Menteri Agama dan Menteri Pendidiksn (SKB) pada akhir tahun 1946, yang isinya adalah pemberlakuan mata pelajaran agama Islam pada seluruh pendidikan umum di Indonesia, memberikan perhatian khusus terhadap daerah-daerah yang agamanya kuat dan banyaknya pengangkatan guru agama yang dibayai sepenuhnya oleh Kementrian Agama.
Pada akhir tahun 1965, pendidikan agama Islam semakin di mantapkan dengan mencanangkan program-program pendidikan yang akan dilaksanakan dangan menunjukan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam, yang dilakukan oleh Menteri Agama yaitu:
1.      Pesantren Klasik
2.      Madrasah Dinyah
3.      Madrasah Swasta
4.      Madrsah yang dikelola Negara (MIN, MtsN dan MAN)
5.      Pendidikan Teologi Tinggi /perguruan Tinggi Islam. [21]

Pada era Orde Baru pendidikan Indonesia semakin di perhatikan, terutama setelah kejadian G 30 S/PKI. Banyak para pendidikan agama mengalami berbagai hambatan, kecaman dan ancaman, sehingga pendidikan Islam sempat mengalami berbagai kendala. Oleh sebab itu atas dasar inilah pemerintahan orde baru memberikan kebijakan untuk pendidikan Islam, yaitu:
1.      Memasukkan pendidikan agaman ke dalam sistem pendidikan Nasional, dimulai dengan lahirnya surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (SKB 3 Menteri).
2.      Pembaharuan madrasah dan pesantren baik berupa aspek fisik maupun non fisik.
3.      Pemberdayaan pendidikan Islam non formal
4.      Meningkatkan atmosfer dan suasana praktika sosial kegamaan.[22]

 Pada era Reformasi pendidikan Islam semakin diperkuat dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang sangat menguntungkan pendidikan Islam. Keadaan pendidikan Islam pada era reformasi dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pedidikan Nasional, seperti Pesantren, Ma’had Aly, Raudhatul Athfal dan Majelis Taklim.
2.      Peningkatan anggaran pendidikan Islam.
3.      Program wajib belajar sembilan tahun.
4.      Penyelanggaraan sekolah Islam bertaraf nasional dan internasional
5.      Kebijakan sertifikasi guru baik guru umum maupun guru agama
6.      Adanya penyempurnaan kurikulum sesuai dengan perkembangan zaman.[23]
D.    Ontologi, Epistemologi dan Aksologi Pendidikan Islam.
Dasar dari ontologi Pendidikan Islam adalah aqidah untuk mencari sebuah hakikat  kebenaran yang mampu  menuju kepada keteguha hati, dasar-dasar pembahsan ontologi Islam adalah sebagai berikut:
1.      Allah adalah pencipta makhluk dan alam semesta beserta seruh yang ada didalamnya.
2.      Manusia adalah makhluk Allah yang dibebani tugas untuk menjalani hidup untuk memperoleh kemanfaatkan dalam hidupnya.
3.      Alam sebagai bahan atau alat yang telah dikaruniakan Allah untuk kesejahteraan dan kehidupan manusia.[24]
Epistemologi jika ditinjau dalam Islam adalah upaya untuk untuk berfikir, menggunkana akal sesuai dengan fungsinya untuk mendapatkan pengetahuan selain itu ilmu pengetahuan juga digunakan sebagai modal hidup dan kahidupannya. Dengan berfikir, bertindak dan berperasaan yang telah diberikan Allah kepada Manusia, manusia harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya dihadapan Allah SWT. Dengan menggunakan fikiran pula manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dengan ilmu yang didapatkan. Dengan demikian ilmu dalam Islam berfungsi sebagai berikut:
1.      Mengetahui kebenaran, untuk bisa menggunakan dasar wahyu atau pengetahuan.
2.      Menjelaskan aqidah dan ajaran Islam.
3.      Menguasai alam untuk meningkatkan kesejahteraan.
4.      Meningkatkan kebudayaan dan peradaban Islam. [25]




Kesimpulan
Pendidikan Islam di Nusantara mengalami berbagai perkembangan, mulai dari pendidikan Islam klasik yang ada pada awal masuknya Islam di Nusantara sudah menggunakan pengajaran kitab-kitab kuning dalam pengajarannya, pada masa ini pendidikan digunakan sebagai peletak dasar pertama tetang keagamaan yang melahirkan ulama-ulama baru sebagai upaya untuk menyebarkan Islam kedaerah lain. Pada masa selanjutnya pendidikan Islam mendapatkan berbagai tantangan terutama ketika kedatangan para penjajah yang juga membawa misi penyebaran agama. adanya tantang tersebut tidak membuat pendidikan Islam menjadi surut, hal ini dibuktikan lahirnya organisasi-organisasi Islam yang bergerak pada bidang pendidikan. Pendidikan Islam setelah kemerdekaan mendapatkan perhatian yang baik dari pemerintah, salah satunya adalah penyetaraan pendidikan agama dengan pedidikan umum. Pendidikan keagaman mulai diakui sebagai bagian dari pendidkan Nasional.

Hasil Diskusi
1.      Menurut pemakalah, dari teori masuknya Islam ke Nusantara yang telah disebutkan, manakah yang lebih benar. Karena buku yang saya baca membenarkan teori Makkah?
2.      Materi yang digunakan dalam pengajaran pada awal masuknya Islam, apa saja?
Jawaban
1.      Secara teori mereka mengkalim bahwa mereka punya bukti-bukti dalam menguatkan teorinya. Kerana itu dala makalah ini pemakalah mencantumkan teori-teori termasyhur yang menajadi pedoman para sejarawan. Akan tetapi memang benar teori yang paling kuat adalah teori Arab dengan adanya berbagai bukti sahal satunya terdapat bukti kerajaan Samudra Pasai.
2.      Dalam pembelajarnya masih mengikuti metode-metode yang digunakan di timur tengah. Dan ilmu ilmu yang dipelajarai antari lain fiqih, tafsir, pegon, sanstra dan lain sebagainya.
Kiritik Makalah
1.      Dalam penulisan ini pemakalah belum bisa membahas secara mendalam dalam hal sejarah epistemologi pendidikan Islam di Nusantara. Karena dalam hal ini penulis masih kebingungan dalam menentukan sub-sub bahasan materi.
2.      Dalam penulisan ini terlalu fokus pada perekembangan pendidikan Islam, dan tidak berfokus pada epistemologi Islam.
3.      Penulis belum menemukan sejarah perkembangan ontologi, epistemologi dan aksologi perkembangan pendidikan Islam di Nusantara.
4.      Kekurangan dalam hal penulisan, menjadi kelemahan terbesar penulis dan gaya bahasa yang masih amburadul, oleh karena itu penulis harus membiasakan menuslis Makalah.


Daftar Pustaka

H.A. Mustafa, dan Abdullah Aly. 1999. Sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Haidar Putra Daulay. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Grup.
Hasbullah. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Mansur Mahfud dan Djunaedi. 2006. Rekontruksi Sejarah Pendidikin di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI.
Mukarom. Akhawan. 2014. Sejarah Islam Indonesia. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.
Ramayulis. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sudadi. 2016. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Grup.
Sukarno H. 1990. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.



[1] Sudadi, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Grup, 2016), h. 3-7.
[2] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2012), h. 212.
[3] H.A. Mustafa, dan Abdullah Aly, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 31.
[4] Akhwam Mukkaram.
[5] Sudadi, Sejarah Pendidikan Islam ..., h. 57.
[6] Ramayulis, Sejarah Pendidikan..., h. 213.
[7] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996), h. 29.
[8] H.A. Mustafa, Sejarah pendidikan Islam..., h. 57.
[9] Sudadi, Sejarah Pendidikan Islam ..., h. 79.
[10] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), h. 23.
[11] Abuddin Natta, Sejarah Pendidikan Islam,  (Jakarta: Kencana, 2011), h. 280.
[12] Ramayusli, Sejarah Pendidikan ..., h. 250.
[13] Hasbullah, Sejarah Pendidikan ..., h. 52.
[14] Mansur Mahfud dan Djunaedi, Rekontruksi Sejarah Pendidikin di Indonesia. (Jakarta: Departemen Agama, 2006. h. 67.
[15] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, h. 116.
[16] Ibid., h. 123.
[17] Ibid., 101.
[18] Mansur Mahfud dan Djunaedi, Sejarah Pendidikan Islam...,  h. 75.
[19] Hasbullah, 109.
[20] Ibid., 65.
[21] Ibid., 80.
[22] Abuddin Natta, Sejarah Pendidikan Islam, h.337.
[23] Ibid., h. 352-357.
[24]Sukarno H. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1990). 16.
[25] Ibid., 17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar