Ahmad Khoiron Minan
minansendang@gmail.com
Pendahuluan
Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya manusia untuk mengembangkan
potensinya agar mampu mengemban amanah menjadi pemimpin dimuka bumi. Dalam
Islam pendidikan merupakan suatu proses belajar manusia yang isinya adalah
bagaimana dirinya mampu untuk memimpin dirinya sendiri dan orang lain agar
sesuai dengan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai
pendidikan yang berwawasan keislaman, sudah barang tentu pendidikan Islam sudah
ada sejak awal kelahiran Islam yaitu pada masa Rasulullah Nabi Muhmmad SAW.
Pendidikan pada zaman Rasul masih berupa konsep yang ditemukan dalam beberapa
hadits. Materi pendidikan yang ada di Makkah tentang Tauhid dan Al Qur’an,
sedangkan materi yang ada di Madinah berupa hukum, ekonomi, politik seni dan
lain sebagainya. Ini membuktikan bahwa pendidikan Islam sudah ada pada zaman
Nabi, meskipun masih berupa konsep dan belum berupa kurikulum seperti sekarang,
tetapi pada dasarnya tujuan tersebut sama, yaitu upaya untuk meningkatkan
kualitas yang ada dalam diri setiap muslim.
Jika membahas tentang Pendidikan di Indonesia (Nusantara) tidak akan lepas
hubungannya dengan masuknya Islam di Nusantara. Masuknya Islam di Nusantara
sudah barang tentu dibarengi dengan upaya pemeluknya untuk mempelajari lebih
mendalam tentang agama Islam. Oleh sebab itu inilah yang menimbulkan lahirnya
pendidikan Islam di Nusantara. Proses awal pendidikan di Nusantara tentunya
masih berupa sistem yang sangat sederhana atara guru dan murid, namun seiring
perkembangan zaman dan perkembangan pemikiran, tentunya bersamaan dengan
perkembanga pendidikan Islam. Sebagai seorang pendidik tentunya kita di
harapkan untuk mengetahui sejarah perkembangan pendidikan Islam di Indonesia,
sebagai sebuah pengetahuan agar mampu mempelajari dan menyempurnakan sistem
pendidikan yang sudah ada, dengan bercermin terhadap pendidikan masa lampau.
Dalam makalah ini akan sedikit membahas tentang sejarah pemikiran pendidikan
Islam di Nusantara masa klasik sampai kontemporer.
Pembahasan
A. Pendidikan
Islam pada awal masuknya Islam di Nusantara
Pendidikan Islam masuk ke Nusantara berbarengan
dengan masuknya Islam ke Nusantara. Teori masuknya Islam di Nusantara menurut
ahli sejarawan adalah sebagai berikut
1. Teori Gujarat, Islam berasal dari Gujarat,
India Abad 13 M (Snouck Hurgronje).
2. Teori Arab, Islam berasal dari Arab, Abad 7 M
(Haji Abdul Malik Karim Amrullah/ Hamka).
3. Teori Persia, Islam berasal dari Persia
(Iran), Abad 13 M (Hoesei Djajadinigrat).[1]
Para Ahli sejarah pada umumnya berpendapat
bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui pesisir Sumatra Utara, kemudian masuk ke
tanah Jawa dan menyebar ke bagian timur Nusantara.[2]
Islam di Nusantara berkembang pesat hingga saat ini menjadi agama terbesar di
Indonesia dan Indonesia menjadi negara dengan pemeluk muslim terbesar di
Indonesia. Ada beberapa faktor penyebab Islam berkembang dengan cepat di
Nusantara.
1. Ajaran Islam miliki ajaran yang tidak
memberatkan.
2. Tugas dan kewajibannya sedikit.
3. Peyebaran Islam dilakukan secara bijaksana.
4. Penyiaran Islam dilakukan dengan bahasa yang
sederhana.[3]
1. Kerajaan Islam di Perlak
Kerajaan Islam perlak merupakan salah satu kerjaan Islam pertama yang ada
di Nusantara.[4]
Kerajaan ini berdiri pada abad ke 9 H/ 3M. Sultan pertama yang memproklamirkan
kerajan perlak adalah Sultan Alaiddin Sayid Mulana Abdul Aziz Syah. Ulama besar
sekaligus pendiri perguruan tinggi Islam perlak adalah Sultan Alauddin Muhammad
Amin, merupukana sultan ke-6 kerajaan Perlak.[5]
Peguruan tinggi dalam hal ini merupakan sebuatan bagi taklim tinggi yang
dihadiri kusus oleh murid-murid yang sudah alim untuk membahas kitab- kitab
yang berbobot, seperti kitab Al-Um yang dikarang oleh Imam Syafi’i. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kerajaan Perlak sudah memiliki sistem pendidikan yang
berjalan dengan baik.[6]
2. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai menurut beberapa
catatan sejarah berdiri pada abad ke-10 M/ 3 H, raja pertamanya adalah al Malik
Ibrohim bin Mahdum dan raja terakhir adalah al-Malik Sabarsyah. Samudera Pasai
berada di pesisir pantai sebelah utara Sumatera yang sekarang berada di kabupaten
Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Keberadaan kerajaan Samudera Pasai diperkuat dengan
pendapat pengembara asal Maroko yang bernama Ibnu Batutoh yang sempat singgah
di kerajaan Pasai pada tauh 1345 M.
Menurut catatan perjalanan yang ditulis oleh
Ibnu Batutoh, bahwa kerajaan Samudera Pasai memiliki seorang pemimpin yang alim
dan menganut paham Imam Syafi’i. Lebih lanjut Ibnu Batutoh menuturkan bahwa
sistem pendidikan yang ada pada zaman Samudera Pasai yaitu:
a. Materi pendidikan dan pengajaran tentang
keagamaan mengikuti paham Imam Syafi’i
b. Pendidikan Informal berupa halaqoh dan ta’lim
c. Tokoh pemerintah merangkap sebagai tokoh agama
d. Biaya pendidikan bersumber dari pemerintah[7]
3. Kerajaan Aceh Darusaalam
Kerajaan ini berdiri sekita abad ke 14 M.
Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kerajaan hasil peleburan kerajaan Aceh di
barat dan kerajaan Samudera Pasai di Timur. Sultan pertamanya mempunyai gelar
Sultan Alauddin Ali Muhayat Syah (1507 M-1522 M). Aceh pada saat itu merupakan
kerajaan yang terkenal dan cukup terpandang, hal ini dibuktikan dengan adanya
kerjasama dalam bidang ekonomi, politik. militer dan kebudayaan dengan berbagai
kerajaan seperti Turki Usmani, Isfaham, Maroko dan Akra.
Dalam pendidikan kerajaan Aceh memberikan
perhatian lebih, ini dibuktikan dengan dibentuknya berbagai lembaga-lembaga
Negara yang bertugas dalam hal pendidikan diantaranya:
a. Balai Seutia
Hukama, lembaga
tempat berkumpulnya ulama dan pemikir dan cendikiawan yang bertujuan untuk
membasah dan mengembangkan ilmu pengetahuan
b. Balai Seutia
Ulama, lembaga yang
bertugas untuk mengurus masalah-masalah pendidikan
c. Balai Jama’ah
Himpunan Ulama’, lembaga tempat berkumpulnya para ulama’ untuk bertukar piliran yang
membahas persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu pendidikan.
Sedangkan dalam jenjang pendidikan adalah
sebagai berikut
a. Meunasah, sebutan bagi sekolah tingkat dasar yang
materinya berisi membaca dan menulis arab, agama, bahasa jawi/melayu, akhalq
dan sejarah Islam.
b. Rangkang, sebutan bagi sekolah tingkat menengah yang materinya
berisi bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, hisab, akhalq, fikih
c. Dayah, sebutan bagi sekolah tingkat atas, yang
materinya beisi tauhid, tasawuf, tata negara dan ilmu pasti.
d. Dayah Teuku
Cik, dapat disamakan seperti perguruan tinggi yang
materinya berupa tafsir, mantiq, falaq, sastra arab dan lain sebagainya.
Dengan demikian membuktikan bahwa ilmu pengetahuan pada masa kerjaan Aceh
sudah sangat berkembang, pendapat ini diperkuat dengan lahirnya para ulama’
seperti Hamzah Fansuri, Syekh Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdur Rauf As-Singkili
dan lain sebagainya.[8]
4. Kerjaan Islam Demak
Kerjaan Demak adalah kerjaan Islam pertama di
Jawa yang berdiri pada tahun 1478 M, di pimpin oleh Raden Fatah. Beliau
merupakan putra dari Raja Majapahit yaitu Prabu Barwijaya VII (Sri Kerta Bumi)
yang menikah dengan putri Campa yang beragama Islam. Berdirinya kerajaan Demak
tidak lepas dari upaya para wali yang berada di Jawa yang lebih dikenal dengan
Wali Songo. Pada masa Demak pendidikan Islam diserahkan sepenuhnya kepada para
Wali.
Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran yang ada
di Demak memiliki kemiripan dengan apa yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan
mendirikan masjid yang menjadi pusat pendidiak Islam pada masa itu. Selain
masjid para wali juga membuat tempat bagi para murid untuk tinggal di masjid
yang kemudian lebih di kenal dengan Pondok Pesantren. Pesantren pertama di Jawa
adalah yang didirikan oleh Sunan Ampel yang berada di daerah Ampel Denta yang
kini menjadi daerah Surabaya.[9]
Para wali menjadi pondasi pertama pendidikan
Islam di Jawa. Pendekatan yang dilakukan para wali secara umum terbagi menjadi
dua yaitu pendekatan kebudayaan seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan
pendekatan kekuasaan dan keislaman seperti Sunan Giri.
5. Kerajaan Islam Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan pada abad 15 M.
Dibawa oleh para mubalig dari Jawa yang merupakan murid dari Sunan Bonang dan
Sunan Giri. Islam di Kalimantan mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam
Banjar di bawah pimpinan Sultan Syurian Syah. Sistem pendidikan yang diterapkan
di pesantren Banjarmasin secara umum tidak berbeda dengen pendidikan yang ada
di Jawa maupun Sumatera, yaitu dengan menggunakan sistem halaqoh, menerjemahkan
kitab-kitab yang dipakai kedalam bahasa banjar sedangkan para santrinya
menyimaknya.
6. Lembaga- Lembaga pendidikan pada awal
munculnya Islam
a. Masjid/langgar, masjid atau langgar memiliki
fungsi utama sebagai tempat shalat. Selain fungsi utama masjid atau langgar
digunakan sebagai tempat pendidikan. Pendidikan di masjid mencakup berbagai
usia dari dewasa sampai anak-anak. Materi yang di sampaikan berkenaan tentang
hal keagamaan seperti akidah, akhlaq, ibadah dan membacaAl-Qur’an.
b. Pesantren, pendidikan pesantren dipelopori
oleh para wali. Para murid diharuskan untuk tinggal di tempat-tempat yang
disediakan, tujuan agar para guru dapat lebih fokus dalam mengawasi para murid.
Pendidikan pesantren lebih difokuskan pada penguasaan kitab kuning dengan
sistem bandongan dan sorogan.
c. Munahasah, Rangkang dan Dayan. [10]
B. Pendidikan
Islam pada Masa Penjajahan
Penjajahan Balanda ke Indonesia mempunyai
beberapa tujuan diantara, pertama, untuk mendapatkan keuntungan; kedua,
mendapatkan kekuaaan politik; Ketiga; menyebarkan ideologi keagamaan.
Pada ranah ekonomi dan politik Belanda mendirikan kongsi dagang yang diberi
nama VOC 1602 M. Sedangakan dalam penyebaran ideologi Belanda mendirikan
sekolah-sekolah Belanda yaitu sekolah dasar, kelas II, HIS, MULO dan AMS.[11]
Adapun ciri-ciri pendidikan pada masa belanda yaitu (1) bersifat heterogen, (2)
bersifat diskriminatif, (3) pendidikan cenderung intelektualistik.[12]
Perkembangan pendidikan Islam pada masa
penjajahan Belanda sangat dipersulit. Ini dikarenakan Belanda memiliki tujuan
menyebarkan agama Kristen (misionaris), oleh sebab itu pendidikan-pendidikan
yang dibuat Belanda pada saat itu adalah pendidikan Kristen. Selain karena
tujuan penyebaran agama, Belanda juga mengkhawatirkan kekuatan agama Islam
sebagai salah satu kekuatan penopang utama masyarakat Indonesia. Atas dasar
ketakutan terhadap Islam, Belanda membuat beberapa peraturan yang mempersulit
berkembangnya pendidikan Islam di Nusantara, kebijakan tersebut antara lain:
1. Pada tahun 1882 pemerintahan Belanda membuat
lembaga yang bertujuan untuk mengawasi kehidupan keagaman dan pendidikan Islam
yang disebut dengan Priestrraden.
2. Pada tahun 1905 pemerintah Belanda
mengharuskan para pengajar Islam untuk mendapatkan izin sebelum melakukan
kegiatan mengajar.
3. Pada 1925, keluar peraturan yang lebih ketat
yaitu tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran mengaji kecuali mendapatkan
rekomendasi dari pemerintahan Belanda.
4. Pada 1932, pemerintah mengeluarkan peraturan
bahwa semua lembaga pendidikan Islam yang tidak memiliki izin harus ditutup.[13]
Diskriminasi
yang diberikan pemerintah Belanda kepada umat Islam terutama dibidang
pendidikan tidak membuat semangat para ulama untuk terus mengembangkan
pendidikan Islam. Kesadaran akan pentingnya pendidikan menimbulkan upaya-upaya
untuk mendirikan organisasi-organisasi pendidikan Islam di Indonesia.
Organisasi Pendidikan Islam di Indonesia pada Penjajahan
a. Jami’at Khairat
Organisasi ini didirikan oleh para penduduk keturunan
Arab pada tanggal 17 Juli 1905. Program utama dari organisasi ini adalah
pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar dan pengiriman anak-anak muda ke
Turki untuk melanjutkan pendidiakan. Dalam bidang pendidikan, sekolah dasar Jami’at
Khairat tidak hanya menfokuskan pada pendidikan keagamaan saja, melainkan juga
pengetahuan umum seperti sejarah, berhitung dan ilmu bumi. Jami’at Khairat juga
mendatangkat guru dari luar negeri untuk mengajar di daerah tersebut.
Organisasi ini juga menjujung tinggi atau mengistimewakan keturunan arab yang
berdarah sayyid.
b. Al-Irsyad
Al-Irsyad merupaka pecahan dari Jami’at Khairat.
Didirikan oleh Ahmad Sorkati pada tahun 1913, atas dasar kekecewaan terhadap
hak istimewa yang berlebihan kepada golongan sayid. jadi sebagian besar anggota
Al-Irsyad adalah para keturunan Arab non sayid. pendidikan yang diberikan
kepada anggotanya adalah Tauhid, Fiqih dan Sejarah. Selain itu Al-Irsyad juga
membangun dan mengelola gedung-gedung pertemua, sekolah dan unit percetakan. Prinsip
yang diterapkan oleh Surkati adalah mengajak umat Islam untuk kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah, selain itu beliau juga menentang pendapat yang
memutuskan pintu ijtihad dan takild kepada madzhab yang dianggap memecah belah
umat Islam.[14]
c. Persyerikatan Ulama’
Organisasi ini didirikan di daerah Majalengka Jawa Barat,
pada tahun 1911 atas inisiatif dari Haji Abdul Halim. Abdul Halim mengamati
bahwa pendidikan yang didirikan oleh pemerintah hanya semata-mata untuk kepentingan
pemerintah yang artinya lulusannya hanya akan menjadi buruh di pemerintah
sedangkan lulusan sekolah agama atau pesantren hanya mampu menjadi guru agama.
Atas dasar tersebut organisasi ini mencoba untuk menerapkan pendidikan yang
tidak hanya fokus pada keagamaan dan ilmu pengetahuan tetapi juga memebekali
para muridnya untuk mempelajari keterampilan tangan, pertanian dan perdagangan
tergantung dari bakat masing-masing murid.[15]
d. Persatuan Islam (Persis)
Organiasasi ini didirikan di Bandung pada 12 September
1923, oleh sekelompok aktivis keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad
Yunus. Dalam kegiatannya Persatuan Islam menitibertkan pada pembentukan faham
keislaman, untuk mencapai hal tersebut Persis mengadakan pertemuan-pertemuan
umum, tablig, khotbah-khotbah, kelompok studi, mendirikan sekolah, menyebarkan
dan menerbitkan pamfel dan kitab kitab. Dalam hal pendidikan Persis mendirikian
madrasah yang awalnya hanya ditujukan bagi anak-anak dari anggota Persis,
kemudian sekolah itu dibuka untuk umum. Zamzam dan Hasan juga mengajarkan
tentang iman dan menolak kebiasaan-kebisaan yang berbau Bid’ah. Selain itu juga
membahas tentang permasalaha-permasalah aktual pada masa itu. Selain mendirikan
sekolah Persis juga mendirikan Pesantren yang tujuannya untuk membentuk
kader-kader yang siap untuk menyebarkan agama.[16]
e. Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, pada
tanggal 10 November 1912 di Yogyakarta, organisasi ini bergerak dalam bidang
pendidikan, dakwah dan kemasyarakatan. Tujuan dari organisasi ini yaitu
mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah,
mereka berpendapat bahwa uamt Islam sudah terlalu jauh dari ajaran Islam murni
dengan mepercayai tahayul, khurofat dan bid’ah. Dalam bidang pendidikan
Muhammadiya mencoba untuk mengadopsi model-model pendidikan barat. Muhammadiyah
menjadi salah satu organisasi pertama yang mendirikan sekolah dengan
menggunakan meja dan kursi dalam proses belajar mengajarnya. Sekolah yang
didirikan Muhmmadiyah terbagi menjadi dua yaitu:
a. Sekolah Umum, yang terdiri dari Taman
Kanak-Kanah, Vervog School 2 tahun, schacel school 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3
tahun, AMS 3 tahun dan HIK 3 tahun. Pada sekolah-sekolah umum diajarkan
pendidikan agama sebanyak 4 pelajaran perminggu.
b. Sekolah Agama, terdiri dari Madrasah
Ibtida’iyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Mualimin-mualimat 5 Tahun dan
Kuliyatul Mubalighin 5 Tahun.[17]
f. Nahdlatul Ulama’
NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya,
oleh beberapa tokoh ulama’ salah satunya KH. Hasyim Asy’ari sebagai tindak
lanjut dari kominte Hijaz. Komite Hijaz awalnya bertujuan untuk mengirimkan
delegasi ke Arab Saudi untuk mempertimbangkan kembali kebijakan penghancurkan
peninggalan-peninggalan Islam. Salah satu upaya NU adalah untuk mempertahankan
adat-adat atau tradisi lama yang baik untuk mengimbangi gencarnya ekspansi
pembaharuan Islam. Dalam hal ibadah NU mencoba untuk memegang teguh 4 Mazhab
yaitu Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi.[18]
Dalam hal pendidikan NU mempunyai basis kuat di Pesantren yang memiliki tujuan
untuk membentuk masyarakat yang mempunyai akhlaq yang mulia serta pendidikan
keagamaan yang memadahi. NU menggunakan sistem madrasan yang terdiri dari 5
tingakatan, yaitu:
a. Madrasah Awaliyah 2 tahun
b. Madrasah Ibtida’iyah 3 tahun
c. Madrasah Tsanawiyah 3 tahun
d. Madrasan Mualimin Wustho 2 tahun
e. Madrasah Mualimin Ulya 3 tahun. [19]
Kejayaan Pejajahan Belanda lenyap setelah
datangnya Jepang sebagi salah satu negara kuat di Asia, Jepang menggantikan
Belanda sebagai negara penguasa Indonesia. Cita- cita besar yang diinginkan
jepang pada saat itu adalah menyatukan seluruh negara Asia dengan Jepang
sebagai pemimpinnya sebagai upaya untuk bersaing dengan negara-negara Eropa dan
sekutunya.
Sikap Jepang terhadap pendidikan secara umum
adalah berupaya agar segala jenis pendidikan mampu menguntungkan Jepang untuk mencapai
cita-citanya, salah satu upaya Jepang adalah dengan memberikan pendidkan
militer dalam rangka untuk mempersiapkan diri sebagai tentara jepang. Sedangkan
sikap Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia lebih lunak, sehingga gerak
pendidikan Islam lebih leluasa ketimbang zaman penjajahan Belanda. Sikap
pendidikan Jepang tehadap pendidikan Islam hanyalah upaya untuk mendekati Islam
demi kepentingan kekuasaanya di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pendidikan
Jepang dalam rangka mendekati Islam diantaranya adalah:
1. Didirikannya kantor urusan Agama atau sumubu,
yang di pimpin KH. Hasyim Asy’ari.
2. Pondok pesantren besar sering mendapatkan
bantuan dan kunjungan dari Jepang.
3. Sekolah negeri diberi pendidikan tentang budi
pekerti yang identik dengan agama.
4. Pemerintah mengizinkan berdirinya sekoalah
tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah, Kahar Mudzakar
dan Bung Hatta[20]
C. Pendidikan Islam
Setelah Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan mendapatkan perhatian
serius dari pemerintah, baik sekolah swasta maupun negeri. Ini sesuai dengan
anjuran dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember
1945, yang menyebutkan bahwa “Madrasah dan Pesantren yang hakikatnya satu alat
dan sumber pendidikan dan pencerdasa rakyat jelata yang sudah berurat dan
berakar dalam masyarakat Indonesai secara umum, hendaklah mendapatkan perhatian
dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah”.
Pada masa orde lama pendidikan Islam semakin diperhatikan. Ini dibuktikan
dengan keluarnya peraturan bersama antara Menteri Agama dan Menteri Pendidiksn
(SKB) pada akhir tahun 1946, yang isinya adalah pemberlakuan mata pelajaran
agama Islam pada seluruh pendidikan umum di Indonesia, memberikan perhatian
khusus terhadap daerah-daerah yang agamanya kuat dan banyaknya pengangkatan
guru agama yang dibayai sepenuhnya oleh Kementrian Agama.
Pada akhir tahun 1965, pendidikan agama Islam semakin di mantapkan dengan
mencanangkan program-program pendidikan yang akan dilaksanakan dangan
menunjukan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam, yang dilakukan oleh
Menteri Agama yaitu:
1. Pesantren Klasik
2. Madrasah Dinyah
3. Madrasah Swasta
4. Madrsah yang dikelola Negara (MIN, MtsN dan
MAN)
5. Pendidikan Teologi Tinggi /perguruan Tinggi
Islam. [21]
Pada era Orde Baru pendidikan Indonesia
semakin di perhatikan, terutama setelah kejadian G 30 S/PKI. Banyak para
pendidikan agama mengalami berbagai hambatan, kecaman dan ancaman, sehingga
pendidikan Islam sempat mengalami berbagai kendala. Oleh sebab itu atas dasar
inilah pemerintahan orde baru memberikan kebijakan untuk pendidikan Islam,
yaitu:
1. Memasukkan pendidikan agaman ke dalam sistem
pendidikan Nasional, dimulai dengan lahirnya surat Keputusan Bersama Tiga
Menteri (SKB 3 Menteri).
2. Pembaharuan madrasah dan pesantren baik berupa
aspek fisik maupun non fisik.
3. Pemberdayaan pendidikan Islam non formal
4. Meningkatkan atmosfer dan suasana praktika
sosial kegamaan.[22]
Pada
era Reformasi pendidikan Islam semakin diperkuat dengan memberikan
kebijakan-kebijakan yang sangat menguntungkan pendidikan Islam. Keadaan
pendidikan Islam pada era reformasi dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian
dari sistem pedidikan Nasional, seperti Pesantren, Ma’had Aly, Raudhatul Athfal
dan Majelis Taklim.
2. Peningkatan anggaran pendidikan Islam.
3. Program wajib belajar sembilan tahun.
4. Penyelanggaraan sekolah Islam bertaraf
nasional dan internasional
5. Kebijakan sertifikasi guru baik guru umum
maupun guru agama
6. Adanya penyempurnaan kurikulum sesuai dengan
perkembangan zaman.[23]
D. Ontologi, Epistemologi dan Aksologi Pendidikan
Islam.
Dasar dari ontologi Pendidikan Islam adalah
aqidah untuk mencari sebuah hakikat
kebenaran yang mampu menuju
kepada keteguha hati, dasar-dasar pembahsan ontologi Islam adalah sebagai
berikut:
1.
Allah adalah pencipta makhluk dan alam semesta beserta
seruh yang ada didalamnya.
2.
Manusia adalah makhluk Allah yang dibebani tugas untuk
menjalani hidup untuk memperoleh kemanfaatkan dalam hidupnya.
3.
Alam sebagai bahan atau alat yang telah dikaruniakan
Allah untuk kesejahteraan dan kehidupan manusia.[24]
Epistemologi jika ditinjau dalam Islam adalah upaya untuk
untuk berfikir, menggunkana akal sesuai dengan fungsinya untuk mendapatkan
pengetahuan selain itu ilmu pengetahuan juga digunakan sebagai modal hidup dan
kahidupannya. Dengan berfikir, bertindak dan berperasaan yang telah diberikan
Allah kepada Manusia, manusia harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya
dihadapan Allah SWT. Dengan menggunakan fikiran pula manusia mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk dengan ilmu yang didapatkan. Dengan demikian
ilmu dalam Islam berfungsi sebagai berikut:
1.
Mengetahui kebenaran, untuk bisa menggunakan dasar wahyu
atau pengetahuan.
2.
Menjelaskan aqidah dan ajaran Islam.
3.
Menguasai alam untuk meningkatkan kesejahteraan.
4.
Meningkatkan kebudayaan dan peradaban Islam. [25]
Kesimpulan
Pendidikan Islam di Nusantara mengalami berbagai perkembangan, mulai dari
pendidikan Islam klasik yang ada pada awal masuknya Islam di Nusantara sudah
menggunakan pengajaran kitab-kitab kuning dalam pengajarannya, pada masa ini
pendidikan digunakan sebagai peletak dasar pertama tetang keagamaan yang
melahirkan ulama-ulama baru sebagai upaya untuk menyebarkan Islam kedaerah
lain. Pada masa selanjutnya pendidikan Islam mendapatkan berbagai tantangan
terutama ketika kedatangan para penjajah yang juga membawa misi penyebaran
agama. adanya tantang tersebut tidak membuat pendidikan Islam menjadi surut,
hal ini dibuktikan lahirnya organisasi-organisasi Islam yang bergerak pada
bidang pendidikan. Pendidikan Islam setelah kemerdekaan mendapatkan perhatian
yang baik dari pemerintah, salah satunya adalah penyetaraan pendidikan agama
dengan pedidikan umum. Pendidikan keagaman mulai diakui sebagai bagian dari
pendidkan Nasional.
Hasil Diskusi
1. Menurut pemakalah, dari teori masuknya Islam
ke Nusantara yang telah disebutkan, manakah yang lebih benar. Karena buku yang
saya baca membenarkan teori Makkah?
2. Materi yang digunakan dalam pengajaran pada
awal masuknya Islam, apa saja?
Jawaban
1. Secara teori mereka mengkalim bahwa mereka
punya bukti-bukti dalam menguatkan teorinya. Kerana itu dala makalah ini
pemakalah mencantumkan teori-teori termasyhur yang menajadi pedoman para
sejarawan. Akan tetapi memang benar teori yang paling kuat adalah teori Arab
dengan adanya berbagai bukti sahal satunya terdapat bukti kerajaan Samudra
Pasai.
2. Dalam pembelajarnya masih mengikuti
metode-metode yang digunakan di timur tengah. Dan ilmu ilmu yang dipelajarai
antari lain fiqih, tafsir, pegon, sanstra dan lain sebagainya.
Kiritik Makalah
1. Dalam penulisan ini pemakalah belum bisa
membahas secara mendalam dalam hal sejarah epistemologi pendidikan Islam di
Nusantara. Karena dalam hal ini penulis masih kebingungan dalam menentukan
sub-sub bahasan materi.
2. Dalam penulisan ini terlalu fokus pada
perekembangan pendidikan Islam, dan tidak berfokus pada epistemologi Islam.
3. Penulis belum menemukan sejarah perkembangan
ontologi, epistemologi dan aksologi perkembangan pendidikan Islam di Nusantara.
4. Kekurangan dalam hal penulisan, menjadi
kelemahan terbesar penulis dan gaya bahasa yang masih amburadul, oleh karena
itu penulis harus membiasakan menuslis Makalah.
Daftar Pustaka
H.A. Mustafa, dan Abdullah Aly. 1999. Sejarah pendidikan Islam di
Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Haidar Putra Daulay. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan di
Indonesia. Jakarta: Prenada Media Grup.
Hasbullah. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT.
Raja Grafindo.
Mansur Mahfud dan Djunaedi. 2006. Rekontruksi Sejarah Pendidikin di
Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI.
Mukarom. Akhawan. 2014. Sejarah Islam Indonesia. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press.
Ramayulis. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sudadi. 2016. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Ilmu Grup.
Sukarno H. 1990. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
Angkasa.
[3] H.A. Mustafa, dan Abdullah Aly, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 31.
[10] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan di Indonesia, (Jakarta:
Prenada Media Grup, 2007), h. 23.
[14] Mansur Mahfud dan Djunaedi, Rekontruksi Sejarah Pendidikin di Indonesia.
(Jakarta: Departemen Agama, 2006. h. 67.
[17] Ibid., 101.
[24]Sukarno H. Sejarah dan Filsafat Pendidikan
Islam, (Bandung: Angkasa, 1990). 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar